Disangka Kantongi Senjata, Ternyata Ukuran Mr. P Pria Ini Terlalu Besar

Baca Juga

MATA INDONESIA, WASHINGTON – Jonah Falcon, pria yang mengaku memiliki Mr. P terbesar di dunia itu mengungkapkan bagaimana “tonjolan yang tidak biasa” menyebabkannya dihentikan oleh pihak keamanan bandara.

Selama wawancara dengan podcast Swedia Guldtands, Falcon berbagi kisah lucu yakni pada 2012. Ketika itu penjaga dari Administrasi Keamanan Transportasi di Bandara Internasional San Francisco curiga tentang paketnya, takut dia mungkin menyembunyikan sesuatu di bawah celananya dan melanjutkan ke penggeledahan tubuh secara menyeluruh.

“Mereka mengira saya memiliki sesuatu di celana saya, saya tidak tahu apakah itu pistol, mungkin mereka mengira itu dinamit atau semacamnya; Hanya tonjolan yang tidak biasa,” katanya, melansir USA Today Post.

“Ini adalah awal dari pemindai baru yang pada dasarnya menunjukkan Anda telanjang secara garis besar. Saya memiliki penis saya di sisi kaki saya, setengah jalan ke lutut saya, dan mereka mengeluarkan saya dari garis, saya pikir alat itu mendeteksi jika saya memiliki sebuah bom,” tuturnya.

Falcon mengatakan bahwa hal itu sama sekali tidak membuatnya khawatir, melainkan suatu kejadian yang lucu. Yang dilakukannya saat itu adalah menjelaskan dengan tenang.

Penduduk asli New York itu pertama kali menjadi berita utama di AS tahun 1999 sebagai pria dengan “penis terbesar di dunia” setelah diprofilkan di majalah Rolling Stone dan muncul di dokumenter HBO Private D***s: Men Exposed.

Ia kembali muncul di This Morning tahun 2012 dan menjelaskan bahwa ia memiliki ketebalan 8 inci. Dan ketika keras menjadi 13,5 inci dengan diameter 7,5 hingga 8 inci, lebih tebal dari pergelangan tangganya, kata Falcao.

“Saya mengukur penis saya pada usia 10 tahun dan itu sudah 8 inci. Saya tidak pernah benar-benar berpikir penis saya akan sebesar itu – itu normal bagi saya. Hanya ketika saya membandingkan diri saya dengan orang lain, saya pikir saya besar,” sambungnya.

Tahun 2015, pria lain bernama Roberto Esquivel Cabrera dari Saltillo, Meksiko, maju ke depan dengan bersikeras bahwa dia memiliki “penis terbesar” di dunia dengan ukuran 18,9 inci.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini