Warga Papua: Raja Aibon Tidak Boleh Pulang! Beginilah Kisah Haru Perjuangan Para Raider 305

Baca Juga

MATA INDONESIA, KARAWANG-Sembilan bulan sudah berlalu, berbagai kisah duka dan suka dialami prajurit TNI dari Satuan Tugas Organik Batalyon Infanteri (Yonif) ParaRaider 305/Tengkorak, Kostrad, TNI Angkatan Darat. Kini, para raider harus meninggalkan wilayah penugasan di Kabupaten Intan Jaya, Papua Tengah untuk kembali ke markas mereka di Teluk Jambe, Karawang, Jawa Barat.

Namun, bukan perkara mudah bagi Letkol Inf Ardiansyah alias Raja Aibon Kogila dan Pasukan Tengkorak untuk berpisah dengan masyarakat Intan Jaya. Saat akan berkemas, warga menggeruduk Pos TNI di Mamba saat Satgas Yonif Para Raider 305/Tengkorak bukan karena akan unjuk rasa melainkan para warga menggelar acara makan bersama berbagi kebahagiaan.

Warga yang datang dalam acara itu juga mencurahkan keberatannya jika Pasukan Tengkorak harus meninggalkan Intan Jaya, Papua. Dalam pantauan, warga menahan Raja Aibon Kogila dan Pasukan Tengkorak untuk tinggal di Intan Jaya bersama masyarakat.

“Selama ini, pimpinan Raja Aibon, di saat perang, kita masyarakat banyak yang diselamatkan, sehingga apabila yang ganti nanti ini datang, kalau tidak bisa rangkul masyarakat kita tidak mau. Kami mau Raja Aibon itu tetap bersama kami. Bapak Raja Aibon dengan jajaran itu tidak boleh ke kampung, harus tinggal sama-sama masyarakat di sini. Itu yang kami minta,” kata Mama Dorci Wandagau, salah satu tokoh perempuan dari Kampung Sambili dilansir dari siaran resmi yang diterima dari Dansatgas Yonif PR 305/Tengkorak.

Enggak cuma Mama Dorci dan warga Kampung Sambili yang menolak Pasukan Tengkorak untuk kembali ke Karawang. Tapi juga masyarakat dari beberapa kampung di Intan Jaya, seperti Kampung Amaesiga dan Kampung Mamba Masyarakat menolak Raja Aibon Kogila dan Pasukan Tengkorak untuk pergi meninggalkan Intan Jaya karena pasukan elite Divisi Infanteri I Kostrad itu, telah banyak berjasa membangkitkan kembali kehidupan masyarakat yang selama beberapa tahun terakhir sempat lumpuh, mati suri akibat teror gangguan keamanan yang dilancarkan gerombolan Kelompok Separatis Teroris (KST) OPM.

Selain itu, masyarakat juga khawatir sepeninggal Pasukan Tengkorak, prajurit TNI dari satuan lainnya yang menggantikan Yonif PR 305/Tengkorak, tak bisa melanjutkan berbagai program kemasyarakatan yang telah dirintis Pasukan Tengkorak.

“Selama bapak-bapak tugas di sini, belum saya bicara. Saya bicara di sini, kami sama-sama masyarakat, tokoh pemuda, tokoh agama, tokoh kerja, ASN, kami sama-sama selalu. Berapa tahun, berapa bulan tugas di sini, sangat luar biasa. Karena banyak orang yang Bapak pernah selamatkan. Membantu kami masyarakat di sini, di masyarakat. Sehingga saya bersama masyarakat, bahwa untuk menggantikan tugas tiap TNI Polri yang akan datang, sama. Bersifat sama seperti yang Bapak di sini. Itu yang kami minta. Jangan sampai beda. Karena orang dis ini tidak mengenal situasi lain-lain. Semua mereka tidak tahu kehidupan kebudayaan-kebudayaan, mereka tidak tahu, sehingga langsung diancam, ini kami takut. Jadi kalau bapak-bapak pindah, tolong hal ini didokumentasikan supaya mereka akan melanjutkan seperti bapak-bapak yang melakukan dengan kami yang di sini,” ucap Yohanes Sani, tokoh masyarakat jemaat Gereja Tanah Putih.

Sementara itu, Mayor Inf. Anjas mengatakan, masyarakat sekitar mengaku sangat terbantu selama Pasukan Yonif PR 305 berada ditengah tengah mereka.

“Masyarakat butuh apa, datang ke Pos, minta apa sampaikan. Masyarakat minta dibangunkan apa, datang, kita bangunkan kayak di Mamba Bawah, Sambili, Amaesiga, Tanah Putih. Kan kita bangun semua. Mau lampu, air, taman bermain anak-anak, semua, tempat olahraga, jadi kita mau bikin. Kita ini sama-sama semua. Karena kita Tentara ini, ya semua sama-sama dari masyarakat juga. Kita juga seperti masyarakat biasa. Makanya tidak mau kita buat, seolah-olah Tentara itu sebagai penguasa di sini. Masyarakat juga tidak, karena kita sama-sama. Tentara ini berasal dari masyarakat biasa. Makanya kita di sini mencoba membaur. Kita berusaha membuat Intan Jaya ini aman, damai, sejahtera,” ucap Mayor Inf Anjas.

Jika melihat sepak terjang Pasukan Tengkorak di Intan Jaya, kiranya sangat wajar masyarakat menolak kepergian mereka. Sejak menginjakkan kaki di Intan Jaya, Pasukan Tengkorak telah berhasil merebut hati masyarakat dengan berbagai program teritorial yang digalakkan.Selama bertugas di Intan Jaya, Pasukan Tengkorak gak cuma berhasil meredam keganasan OPM. Tapi juga membangun berbagai fasilitas umum yang dibutuhkan masyarakat.

Dahulu Intan Jaya merupakan salah satu wilayah yang masuk kategori krisis air bersih. Masyarakat di sana selama ini harus berjalan jauh menembus hutan lebat dan jurang terjal demi mendapatkan air bersih. Tapi kini air bersih sudah tersedia di kampung-kampung.Air bersih tersedia di kampung bukan tanpa sebab. Tapi hasil dari perjuangan tulus Pasukan Tengkorak yang siang malam membangun berkilo-kilo meter jaringan pipa untuk mengalirkan air dari sumber di dasar-dasar jurang ke perkampungan melalui Program TNI AD Manunggal Air.Pasukan Tengkorak juga telah membangun berbagai fasilitas bermain dan merenovasi sarana pendidikan serta membangunan dan memperbaiki tempat-tempat ibadah. Bahkan kini masyarakat juga dapat menikmati fasilitas penerangan yang dibangun Pasukan Tengkorak.Roda perekonomian juga kembali bisa bergerak setelah situasi keamanan berhasil dikendalikan. Masyarakat yang tadinya takut keluar rumah, kini sudah bisa beraktivitas normal. Dan untuk mempercepat laju perekonomian, Pasukan Tengkorak menggencarkan program borong hasil bumi. Yang mana program ini dapat meringankan beban hidup masyarakat karena mereka tak lagi kesulitan menjual hasil bumi.

Selain itu, dengan program borong hasil bumi, masyarakat jadi terpicu untuk semakin giat bercocok tanam untuk meningkatkan hasil bumi agar bernilai tambah lebih dari sebelumnya.

“Kami di sini bekerja dengan hati. Kami menjadikan dan memperlakukan mereka sebagaimana layaknya saudara bagi kami. Kami mengerti bagaimana susahnya mereka. Jauh berbeda dengan masyarakat yang tinggal di perkotaan. Harga-harga di sini mahal-mahal, sementara akses logistik sangat bergantung pada ketersediaan pesawat. Pesawat pun terbangnya tergantung cuaca. Papeda bukan lagi makanan utama. Semua makan nasi. Semua butuh beras, ikan, minyak dan lain sebagainya. Semampu kami, selama sembilan bulan lebih di sini, berusaha membantu kesulitan mereka. Ini bukan mengada-ada. Ini kewajiban kami, yang tertuang dalam Delapan Wajib TNI,” tandas Raja Aibon Kogila dihadapan warga.

Laporan: Yuda Febrian Silitonga

Link Video:

https://youtu.be/p4A1rLdviJA

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Pilkada Serentak Tinggal Menunggu Hari, Pengamat Politik Ingatkan 12 Kerawanan Ini

Penyelenggaraan Pilkada serentak pada 27 November mendatang mendapat sambutan positif, terutama dalam hal efisiensi biaya dan penyelarasan pembangunan. Menurut Yance...
- Advertisement -

Baca berita yang ini