TKN Apresiasi Survei Kompas sebagai Produk Ilmiah

Baca Juga

MINEWS, JAKARTA – Wakil Direktur TKN Jokowi-Ma’ruf, Lukman Edy berkata hasil survei yang dilakukan oleh Litbang Kompas layak diapresiasi sebagai sebuah produk ilmiah.

“Itu produk ilmiah dengan metodologi yang dapat dipertanggungjawabkan,” kata Lukman dalam keterangan resminya, Rabu 20 Maret 2019.

Ia menyebut TKN sudah membaca hasil survei tersebut dengan cerdas dan cermat. Apa yang direkomendasikan dalam survei itu akan diperhatikan secara serius oleh TKN untuk melakukan evaluasi.

Lukman berkata hasil survei itu pun berguna mengajak masyarakat dan peserta pemilu agar berpikir rasional dalam demokrasi di Indonesia, khususnya jelang Pemilu 2019, 17 April mendatang.

Namun, bukan tanpa catatan. Lukman berkata hasil survei yang menunjukkan besarnya tingkat ‘undecided voters’ atau pemilih yang belum menentukan sikap terbilang aneh.

“Padahal sebulan lagi pemilu, masih menyisakan ‘undecided voters’ sebanyak 22,4 persen,” ujar Lukman.

TKN menilai pertanyaan-pertanyaan di survei Kompas gagal dalam menyelami keinginan pemilih. Ia berkata hal itu mungkin dipengaruhi faktor kehati-hatian

Tetapi, Lukman tetap berkesimpulan survei tersebut terlalu buru-buru sehingga tidak menyiapkan instrumen untuk menggali lebih dalam keinginan pemilih.

TKN pun menyimpulkan hasil tersebut adalah gambaran dari pemilih yang militan dan tidak mungkin lagi berubah.

Lukman juga mengatakan sebagai sebuah lembaga yang profesional dan kredibel maka Kompas harus mengumumkan siapa yang mendanai surveinya tersebut sebagai bentuk kewajiban didalam UU No 7/2017.

Adapun berdasarkan survei internal TKN, elektabilitas Jokowi-Ma’ruf terus bergerak naik hingga angka 63 persen dengan jumlah undecided voters yang semakin kecil.

Sebelumnya survei Litbang Kompas menunjukkan ektabilitas Jokowi-Ma’ruf berada di angka 49,2 persen, sementara Prabowo-Sandiaga 37,4 persen. Selisih kedua pasangan 11,8 persen.

Berita Terbaru

PKL Teras Malioboro 2: Suara Ketidakadilan di Tengah Penataan Kawasan

Mata Indonesia, Yogyakarta – Sejak relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) dari Malioboro ke Teras Malioboro 2, berbagai persoalan serius mencuat ke permukaan. Kebijakan relokasi yang bertujuan memperindah Malioboro sebagai warisan budaya UNESCO justru meninggalkan jejak keresahan di kalangan pedagang. Lokasi baru yang dinilai kurang layak, fasilitas yang bermasalah, dan pendapatan yang merosot tajam menjadi potret suram perjuangan PKL di tengah upaya mempertahankan hidup.
- Advertisement -

Baca berita yang ini