MATA INDONESIA, JAKARTA – Kombinasi minat penggunaan platform digital dan pertumbuhan tingkat penetrasi internet di Indonesia harus bisa dioptimalkan sebagai salah satu modal penting mendorong pertumbuhan tingkat inklusi pada sektor Industri Keuangan Non-Bank (IKNB).
Hal itu diungkapkan Kepala Eksekutif Pengawas IKNB Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Riswinandi, di Jakarta yang dikutip Rabu 24 November 2021.
Apalagi, selama penerapan pembatasan sosial dan mobilitas saat pandemi covid-19 telah menciptakan sebuah kondisi yang ideal untuk mempercepat proses digitalisasi di berbagai bidang.
Namun, tanpa didukung penguatan literasi, maka pelaku sektor IKNB tidak dapat menghadapi eksposur risiko reputasi yang lebih tinggi, antara lain disebabkan terjadinya misselling akibat minimnya pemahaman masyarakat terhadap manfaat dan risiko dari suatu produk jasa keuangan.
Dari perspektif pelaku usaha, ketergantungan yang tinggi terhadap infrastruktur TI juga meningkatkan eksposur perusahaan terhadap kelompok risiko siber.
Misalya terjadi kasus peretasan pada sistem TI (cyber attack) perusahaan dapat mengganggu kualitas layanan dan operasional perusahaan, serta bahkan dapat membahayakan keamanan data pribadi nasabah.
Sebagai bagian dari kebijakan untuk mendorong mitigasi risiko TI yang lebih optimal oleh pelaku sektor IKNB, maka OJK telah menerbitkan aturan POJK 4/2021 tentang Manajemen Risiko Teknologi Informasi Oleh Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank, yang mencakup diantaranya perusahaan perasuransian, dana pension, lembaga pembiayaan, dan penyelenggara fintech lending.