MATA INDONESIA, JAKARTA – Peristiwa 11 September 2001 menjadi momentum jaringan teroris internasional Al-Qaeda untuk unjuk gigi di hadapan dunia. Eksistensinya dinilai sebagai bentuk perlawanan terhadap negara-negara “barat” yang mengagungkan globalisasi. Menurut Friedman, istilah globalisasi berarti sebuah konsep yang menyatakan bahwa proses terjadi terus menerus dalam berbagai bidang dan berkembang dari tahun ke tahun.
Sementara menurut Ruiz Eztrada, globalisasi mencakup beberapa aspek yaitu adanya reformasi kelembagaan dan politik, kemudian perkembangan teknologi komunikasi dan informasi. Terakhir, yaitu adanya liberalisasi perdagangan.
Hal ini ternyata dimanfaatkan oleh kelompok teroris untuk berkembang dan memperlihatkan eksistensinya pada dunia. Contohnya sudah terlihat pada serangan 11 September 2001, yaitu Al-Qaeda yang memanfaatkan teknologi superior untuk membajak pesawat untuk melancarkan aksi terornya.
Manuver dari kelompok teroris semakin kencang dengan adanya perkembangan jaringan melalui dunia siber. Kejahatan ini dikenal dengan nama Cyber Terrorism atau Terorisme Siber. Profesor keamanan informasi di Amerika yaitu Dorothy Dennings menilai istilah tersebut muncul karena jaringan teroris dapat melakukan penyerangan melalui ancaman dengan komputer.
Eks Kepala BNPT Suhardi Alius menegaskan bahwa kemajuan teknologi seperti sekarang membuat pergerakan teroris lebih dinamis sehingga perlu fokus untuk mengantisipasi hal ini.
“Saat ini pola pergeseran tersebut terjadi karena globalisasi. Jadi memang modus itu bergerak secara dinamis. Bukan berarti tidak diantisipasi,” kata Suhardi.
Hal ini membuktikan bahwa globalisasi bisa memberikan pengaruh yang besar pada aktivitas terorisme untuk memperluas jaringannya. Namun globalisasi juga bisa dimanfaatkan bagi negara-negara di dunia untuk bekerja sama untuk membasmi terorisme.