MATA INDONESIA, JAKARTA – Meski banyak penyangkalan, namun fakta bahwa kondisi Timor Leste semakin terpuruk tidak bisa ditutupi. Apalagi negara baru itu kini harus bersitegang dengan “sahabat” yang “memerdekakannya,” Australia.
Ngototnya Australia soal batas laut dengan Timor Leste dinilai demi menguntungkan negara Kangguru itu, bukan dalam kerangka win-win.
Alhasil, seperti dilansir Macan Idealis, Dilli dan Canberra tidak bisa menyelesaikan masalah itu lebih dari 10 tahun meski sudah minta campur tangan Mahkamah Arbitrase Internasional di Den Haag, Belanda.
Sampai akhirnya, pada 2017 Timor Leste dengan tegas menyatakan ingin mengakhiri perjanjian Certain Maritime Arrangements in the Timor Sea (CMATS) yang dinilai tidak menguntungkannya dalam hal pembagian minyak di Celah Timor.
Dikutip dari BBC perjanjian itu sebenarnya membagi pengelolaan minyak dan gas bumi di situ. Namun, Timor Leste seperti tidak enak hati ketika Australia menetapkan wilayah pembagiannya lebih besar. Bagaimana pun juga Bumi Lorosae tidak bisa menghilangkan hutang budi negeri Kangguru yang mati-matian melepaskannya dari NKRI.
Terancam kehilangan pendapatan dari minyak, Timor Leste juga memunculkan fakta belum bisa menyejahterakan rakyatnya seperti dituturkan Nyonya Domingos yang sempat dikutip antaranews.com.
Nyonya Domingos menilai kemerdekaan Timor Leste hanya untuk beberapa kelompok masyarakat tertentu saja.
Menurutnya, kehidupan nyata masyarakat Timor Leste di berbagai pelosok desa kini semakin memprihatinkan. Kehidupan mereka juga diwarnai ketidakstabilan keamanan, terutama di wilayah yang jauh dari Dili.
Hampir setiap hari terjadi pertikaian yang bisa memakan korban jiwa. Banyak pengusaha Indonesia pada 2006 yang memilih meninggalkan Bumi Lorosae karena kerusuhan pada April tahun itu.
Rawannya aksi kriminal di negara tetangga tersebut, seperti dilansir florestpost.co, membuat Pemerintah Kabupaten Atambua memperketat keamanan perbatasan dua tahun lalu.
Warga Timor Leste banyak mencuri ternak, sepeda motor bahkan pernah menyandera warga Indonesia di Laktutus yang juga berada di perbatasan dengan Timor Leste. Pendeta dan warga setempat meminta keamanan perbatasan itu ditingkatkan, bahkan dibangun pos perbatasan di Laktutus.
Selain tingkat kriminalitas tinggi, Nyonya Domingos mengungkapkan fasilitas kesehatan di negeri baru itu juga tidak memadai, sehingga masyarakat yang mampu memilih berobat ke Kupang, Ibu Kota Nusa Tenggara Timur.
Dapat dibayangkan bagaimana terasa keterpurukan masyarakat yang merasakan begitu besar perubahan dari kemerdekaan negara Timor Leste ini. Semoga masalah dan beban yang dihadapi semakin hilang dan kondisi negara Timor Leste ini segera membaik. (Reporter: Budiyani Rahmawati)