MATA INDONESIA, JAKARTA-Isu beredar bahwa RUU Omnibus Law yang dibuat pemerintah untuk kongkalikong dengan asing terutama Cina. Hal itu langsung dibantah oleh Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD.
Menurutnya itu adalah pemahaman keliru, sebab aturan ini akan mempermudah izin baik dalam negeri maupun luar negeri.
“Tidak ada itu. Karena ini berlaku dengan keduanya baik dalam negeri dan domestik. Apalagi spesifik katanya ini untuk mempermudah Cina masuk itu salah paham. Padahal cipta lapangan kerja untuk mendatangkan investasi. Siapa yang berinvestasi? Cina, Jepang, Qatar, siapa saja,” kata Mahfud.
Dia berharap, masyarakat tidak salah menilai mengenai RUU Omnibus Law yang kini tengah digodok oleh pemerintah dan DPR. Sebab, Omnibus Law sendiri dibuat untuk cipta lapangan kerja agar mendatangkan investasi ke dalam negeri.
“Jika Omnibus Law rampung akan ada perubahan besar pergerakan ekonomi dan kebijakan Indonesia. Terkait cipta lapangan kerja, perpajakan, dan lain lain,” katanya.
Dia juga tak mempermasalahkan apabila ada masyarakat yang bertentangan terkait dengan Rancangan Undang-Undang Omnibus Law. Bahkan, dirinya mempersilakan kelompok yang bertentangan itu untuk menyampaikan langsung kepada dirinya.
Mahfud mengibaratkan Omnibus Law seperti sebuah angkutan transportasi bus. Di mana, kendaraan tersebut mampu mengangkut banyak penumpang dengan tujuan sama.
“Kemudian di Amerika Serikat. Undang-Undang bisa mengatur banyak hal, lalu lintas, udara, laut. Dimasukan di satu Undang-Undang maka dikenal omnibus law. Artinya hukum seperti yang besar itu,” katanya.
Berkaca dari hal tersebut, pemerintah pun kemudian merencanakan rancangan undang-undang Omnibus Law dengan revisi mencakup 79 Undang-Undang terdiri dari 1.244 pasal. Pasal-pasal direvisi akan memangkas hal yang selama ini menghambat masuknya investasi ke dalam negeri.
Mahfud melanjutkan, secara hukum Omnibus Law sendiri memang tidak ada yang salah. Bahkan banyak beberapa negara yang sudah menjalankan hal yang serupa. Hanya saja, dalam implementasinya harus tetap berdasarkan kesepakatan bersama baik antara pemerintah maupun DPR.