Sakit Hati, Eks Tapol Iran Minta Ebrahim Raisi Ditangkap

Baca Juga

MATA INDONESIA, TEHERAN – Ahmad Ebrahimi, mantan tahanan politik Iran mendesak pihak berwenang Inggris menangkap Presiden Ebrahim Raisi jika ia menghadiri pertemuan puncak Perubahan Iklim di Glasgow, Skotlandia yang akan berlangsung pada Oktober hingga 12 November.

“(Menteri Pertama) Nicola Sturgeon dan (Perdana Menteri) Boris Johnson memiliki kewajiban untuk bertindak jika mereka benar-benar percaya pada hak asasi manusia,” kata Ahmad Ebrahimi kepada Daily Record, Rabu, 13 Oktober 2021.

Sebagai informasi, Ebrahmi pernah menjadi tahanan politik selama 10 tahun. Ia juga mengaku mendapat siksaan secara fisik dan emosional di Bagian 209 Rumah Tahanan Evin Teheran yang mashyur akan kekejaman dan kesadisannya.

Sementara pemerintah Amerika Serikat (AS) memberikan sanksi kepada Raisi atas perannya dalam pembantaian tahun 1988 terhadap lebih dari 5 ribu tahanan politik Iran yang tidak bersalah.

Selain itu, Raisi juga diduga melakukan tindakan represif terhadap para pengunjuk rasa damai tahun 2019, yang mengakibatkan pembunuhan massal terhadap sekitar 1,500 warga Iran, berdasarkan laporan Reuters.

Daily Record yang berbasis di Glasgow melaporkan bahwa Raisi  ingin menjadikan KTT Perubahan Iklim PBB (COP26) sebagai perjalanan internasional pertamanya.

Surat kabar itu menambahkan bahwa Raisi juga secara pribadi mencambuk tahanan dengan kabel listrik sambil memerintahkan ratusan orang untuk ditembak, dilempar dari tebing, dan digantung di depan umum dari derek.

Ebrahami – yang berusia 60 tahun melarikan diri dari Republik Islam tahun 1999 ke Inggris, mengatakan bahwa Raisi memiliki darah ribuan orang yang tak bersalah di tangannya.

“Saya akan memohon kepada orang-orang, pemerintah dan polisi di Skotlandia dan Inggris untuk tidak mengizinkannya menghadiri COP26 dan meminta menangkapnya segera jika ia tiba di Skotlandia,” tuturnya.

“Kaki saya diikat ke bingkai tempat tidur dan dipukuli – mereka mengatakan kepada saya untuk membuka kepalan tangan saya ketika saya ingin mengaku. Interogasi selalu diikuti dengan penyiksaan,” sambungnya.

“Mereka membuat saya tetap terjaga selama dua hari dua malam dengan berdiri, mereka memukuli saya di wajah dan tubuh saya.

Ratusan teman saya meninggal. Pada hari-hari awal di penjara, mereka ditembak di kepala atau jantung. Saya bisa mendengar rentetan peluru di malam hari,” katanya.

Sementara sang istri, Farzaneh Majidi mengungkapkan bahwa lima kerabat dekatnya meninggal dunia. Untuk itu, ia akan terus memprotes Raisi –sosok yang menurutnya tidak pantas mendapatkan rasa hormat dari komunitas internasional, sekuat tenaganya.

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Peran Sentral Santri Perangi Judol di Era Pemerintahan Prabowo-Gibran

Jakarta - Kalangan santri dianggap menjadi salah satu elemen bangsa yang mampu terlibat aktif dalam pemberantasan Judi Online yang...
- Advertisement -

Baca berita yang ini