Rupiah Diramalkan Melemah Terbatas Awal Pekan Ini

Baca Juga

MINEWS, JAKARTA – Nilai tukar rupiah diramalkan bakal melemah tipis pada perdagangan Senin 2 September 2019.
Direktur Utama Garuda Berjangka Ibrahim memprediksikan mata uang Garuda akan kembali melemah tipis dengan range di level Rp 14.165 hingga Rp 14.233 per dolar Amerika Serikat (AS).

Sebagai perbandingan, Rupiah pada akhir perdagangan Jumat lalu terapresiasi ke posisi Rp14.185 atau naik 0,37 persen.
Ibrahim memperkirakan pergerakan rupiah di awal pekan ini akan dibayangi oleh sejumlah sentimen postif dari eksternal antara lain sebagai berikut.

Pertama, hubungan damai dagang AS-China. Rencananya AS-China akan menggelar dialog dagang di Washington pada awal September semakin mendekati kenyataan.

Kedua, rumor Bank Sentral AS atau The Federal Reserve (The Fed) yang akan menurunan suku bunga acuannya pada rapat 18 September mendatang kian jadi nyata. Hal ini juga jadi sentimen positif bagi rupiah sore ini.

“Kemungkinan suku bunga acuan AS turun 25 basis poin (bps) ke 1,75-2 persen bulan depan mencapai 95,8 persen,” kata Ibrahim Jumat lalu.

Namun di sisi lain ada sentimen negatif bagi pergerakan rupiah yaitu,
Pertama, rilis data pembacaan kedua angka pertumbuhan ekonomi AS kuartal II-2019, yang sebesar 2 persen. Sedikit di bawah proyeksi pertama yaitu 2,1 persen.

Angka ini lumayan jauh dibandingkan kuartal I-2019 yang mencapai 3,1 persen dan menjadi laju terlemah sejak kuartal I-2017.

“Data ini semakin memberi konfirmasi bahwa ekonomi AS melambat. Salah satunya masalah perang dagang. Mengutip hasil survei US-China Business Council, 81 persen perusahaan di AS menegaskan perang dagang telah mempengaruhi bisnis mereka. Lebih lanjut, hampir 40 persen responden menyatakan penjualan mereka turun karena mitra di China khawatir dengan perang dagang,” ujar Ibrahim.

Kedua, Perdana Menteri Boris Johnson memutuskan awal pekan ini untuk menunda parlemen Inggris selama lebih dari sebulan sebelum Brexit. Langkah ini akan membatasi waktu lawan yang harus menggagalkan Brexit.

“Tetapi juga meningkatkan kemungkinan Johnson dapat menghadapi mosi tidak percaya pada pemerintahannya,” kata Ibrahim.

Sementara dari dalam negeri, kolaborasi antara Pemerintah dan BI akan terus berlanjut untuk melakukan intervensi bagi pergerakan mata uang garuda.

Ini menandakan bahwa BI dalam kepemimpinan Perry Warjio saat ini begitu agresif merespon perkembangan ekonomi global yang sampai saat ini terus bergejolak akibat perang dagang dan Brexit.

“Di samping itu pemerintah di bawah Sri Mulyani (Menteri Keuangan) terus membuat kebijakan-kebijakan baru yang pro pasar sehingga ikut membantu mempermudah iklim investasi di Indonesia,” ujar dia.

Berita Terbaru

Di Era Pemerintahan Presiden Prabowo, Korban Judol Diberikan Perawatan Intensif di RSCM

Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Pemberdayaan Masyarakat mengumumankan adanya inisiatif baru dalam upaya menangani dampak sosial dan psikologis...
- Advertisement -

Baca berita yang ini