Rupiah Balik Rebound Sore ini, Apa Sebabnya?

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Nilai tukar rupiah atas dolar AS ditutup berbalik arah ke zona hijau di akhir perdagangan Selasa, 4 Januari 2020. Mengutip data RTI Bussines, rupiah ditutup di posisi Rp 13.710 per dolar AS atau menguat 0,24 persen.

Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan, penguatan rupiah dibayangi oleh sentimen dari dalam negeri terutama soal rilis data pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2019.

Data ini akan dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada Rabu, 5 Februari 2020. Prediksi dari sejumlah para analis memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan terkontraksi alias tumbuh negatif 1,67 persen secara kuartalan atau siklus tiga bulanan.

Sementara secara tahunan, pertumbuhan ekonomi Oktober-Desember 2019 diperkirakan 5,04 persen. Ini membuat pertumbuhan ekonomi 2019 secara keseluruhan adalah 5,035 persen. Namun, angka 5,035 persen itu melambat, kalau dilihat dari PDB tahun sebelumnya di 5,175 persen.

“Meski demikian, di saat ekonomi global bergejolak akibat perang dagang dan Brexit, PDB di 5,035 persen, merupakan level yang cukup bagus dan ini pembuktian bahwa upaya pemerintah mempertahankan PDB di atas 5 persen di saat seperti ini sangat menggembirakan,” kata Ibrahim sore ini.

Sementara dari luar negeri, ada beberapa sentimen yang membayangi laju mata uang garuda di antaranya sebagai berikut.

Pertama, kekhawatiran pelaku pasar (investor) terhadap penyebaran virus Corona memang belum sepenuhnya reda. Mengutip data satelit pemetaan ArcGis, jumlah kasus Corona terus bertambah menjadi 20.155 di seluruh dunia. Sekitar 19.967 kasus terjadi di Cina.

“Pemerintah Cina pun membuka bantuan dari negara lain untuk mengatasi penyebaran virus Corona. Pihak Beijing setuju untuk mempersilakan ahli-ahli dari AS untuk membantu perjuangan melawan virus ini,” ujar Ibrahim.

Kedua, soal Bank Rakyat Tiongkok (BRT) yang memangkas suku bunga sebesar 10 basis poin pada hari Senin kemarin. BRT juga akan menyuntikkan 1,2 triliun yuan atau setara 174 miliar dolar AS ke dalam sistem keuangan untuk memastikan likuiditas tetap terjaga.

Ketiga, indeks manufaktur ISM milik AS untuk Januari 2020 menunjukkan kenaikan ke 50,9, melampaui ekspektasi di level 48,5.

“Angka di atas 50 dalam indeks ISM menunjukkan ekspansi di bidang manufaktur, yang menyumbang sekitar 12 persen dari ekonomi AS. Ini berarti aktivitas pabrik AS tiba-tiba rebound pada Januari, setelah mengalami kontraksi selama lima bulan berturut-turut di tengah lonjakan pesanan baru,” kata Ibrahim.

Keempat, soal kekhawatiran baru tentang hubungan Inggris dengan Uni Eropa. Perdana Menteri Boris Johnson menetapkan syarat-syarat berat untuk pembicaraan Brexit dengan Uni Eropa. Ia mengisyaratkan Inggris akan mencapai akhir dari periode transisi 11 bulan, tanpa menyetujui kesepakatan perdagangan yang ditentukan sebelumnya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Memperkokoh Kerukunan Menyambut Momentum Nataru 2024/2025

Jakarta - Menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2024/2025, berbagai elemen masyarakat diimbau untuk memperkuat kerukunan dan menjaga...
- Advertisement -

Baca berita yang ini