MINEWS, JAKARTA – Kemunculan entitas investasi ilegal alias bodong masih belum mampu ditangani dengan baik oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Buktinya, sejak tahun 2017 hingga 2019 jumlah terus bertambah.
Menurut data yang dikeluarkan oleh Satuan Tugas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) jumlah entitas investasi ilegal di tahun 2019 mencapai 263 badan usaha. Jumlah ini naik dari 107 di tahun 2018. Sementara di 2017 masih berjumlah 80 badan usaha.
Sementara untuk fintech ilegal juga mengalami peningkatan. Misalnya pada tahun 2018 ada 404 entitas. Kemudian di 2019 naik menjadi 1369 entitas.
Hal ini turut diakui oleh Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L Tobing. Ia mengatakan, suburnya fintech ilegal disebabkan karena saat ini membuat aplikasi cukup mudah.
“Kenapa masih muncul? pada saat dihentikan muncul nama baru karena memang kemajuan teknologi informasi saat ini sangat memudahkan setiap orang untuk membuat situs aplikasi web,†kata dia dalam acara konferensi pers di Gedung OJK, Jakarta, Kamis 31 Oktober 2019.
Namun, kata Tongam, hal terpenting yang perlu dilakukan adalah dengan mengeluarkan peraturan yang jelas soal investasi terutama yang berkaitan dengan fintech.
“Regulasi soal fintech harus ditata. Sehingga bisa menjadi dasar yang jelas bahwa kegiatan fintech tanpa lewat OJK adalah tindakan pidana,†ujar dia.
Selain itu, Tongam mengungkapkan pergerakan pelaku fintech ilegal kian masif. Tidak hanya lewat sosial media namun sudah menyasar short message service (SMS) atau pesan singkat.
Hal itu membuat masyarakat banyak yang dapat mengunduh aplikasi fintech ilegal tersebut karena tergiur oleh iklan yang ditawarkan.
Oleh karena itu, OJK sata ini juga telah menjalin kerjasama dengan Google untuk mendeteksi sejak dini pergerakan aplikasi fintech ilegal tersebut.
Tak hanya dengan Google, OJK juga menjalin kerjasama dengan Kemenkominfo serta Bareskrim Polri untuk penindakan.