Petani Tak Perlu Cemas Lagi, Kini Ada Lembaga MAP

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Hanya 8 persen petani pelaku usaha hutan yang punya akses ke pasar. Nggak perlu cemas, karena kini ada lembaga Market Access Player (MAP).

Pertumbuhan bisnis produk hutan berbasis masyarakat masih sangat rendah. Para petani di pedesaan yang menjadi pelaku usaha hutan ini masih sangat banyak yang tak memiliki akses ke pasar. Hanya sekitar 8 persen dari total 7.529 Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) di Indonesia, yang bisa mengakses pasar.

Untuk mengatasi hal ini, dan sekaligus sebagai upaya meningkatkan hidup masyarakat yang bergantung pada hutan, MFP4 yang merupakan hasil kerjasama bilateral antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Inggris, melakukan kerja sama dengan lembaga yang disebut sebagai Market Access Player (MAP) yang memiliki kemampuan menjembatani masyarakat pelaku usaha hutan dengan pasar.

“Market Access Player tidak demikian. Dia membeli, memberikan nilai tambah, memperkuat masyarakat, dan menjualnya dengan pesan-pesan kepada pasar yang menceritakan the story behind the comodity,” ujar Direktur Program MFP4 (Multistakeholder Forestry Programme Phase 4), Tri Nugroho, dalam webinar Katadata SAFE Forum 2021 Collaboration for The Future Economy.

Salah satu contoh MAP yang juga menjadi pembicara di webinar ini adalah Partnership Director, Sekolah Seniman Pangan (SSP), Etih Suryatin. SSP diawali dari adanya kekhawatiran dan adanya potensi sumber daya alam yang luas namun terlupakan dan belum diolah menjadi produk yang punya nilai ekonomi tinggi.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Pencegahan TPPO di Jogja Diperkuat, Gugus Tugas Dibentuk Kurangi Kasus

Mata Indonesia, Yogyakarta - Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) semakin menjadi perhatian serius di Indonesia, termasuk di Kota Yogyakarta. Korban TPPO seringkali berasal dari kalangan Pekerja Migran Indonesia (PMI), yang terjerat dalam kasus perdagangan manusia akibat berbagai faktor risiko.
- Advertisement -

Baca berita yang ini