MATA INDONESIA, MALANG – Kritikan keras kepada aparat kepolisian yang menjadikan penggunaan gas air mata pada tragedi di Stadion Kanjuruhan, Sabtu malam 1 Oktober 2022.
Banyak kalangan meminta Kapolda Jawa Timur Inspektur Jenderal Polisi Nico Afinta dan Kapolres Malang Kapolres Malang AKBP Ferli Hidayat mundur dari jabatannya. Mereka tak becus mengurus keamanan saat kerusuhan ini terjadi.
Apalagi Polisi menggunakan gas air mata di dalam stadion, meski bertentangan dengan aturan FIFA. Hal ini karena gas air mata diklasifikasikan sebagai senjata kimia secara internasional dan dilarang penggunaannya di saat perang.
Sementara kepolisian pada umumnya menganggap gas air mata lebih aman ketimbang kekerasan dan senjata api.
Apa itu gas air mata?
Meski namanya gas, tapi gas air mata sesungguhnya berbentuk cairan. Cairan dalam suhu ruangan ini bercampur dengan bahan-bahan lain sehingga berbentuk aerosol.
Ketika ditembakkan, partikel-partikel solid akan tersebar ke udara dalam bentuk kepulan asap. Gas air mata bekerja dengan cara mengiritasi selaput lendir di mata, hidung, mulut, dan paru-paru. Pada dasarnya bagian-bagian tubuh yang bertanggung jawab untuk penyerapan dan eksresi.
Ada banyak jenis gas air mata. Yang paling umum adalah gas CS, atau nama panjangnya: o-chlorobenzylidene malononitrile. Nama CS berasal dari inisial penemunya, Corson dan Staughton.
Gas air mata biasanya dari tabung yang di tembakkan untuk membubarkan kerumunan atau sekelompok besar orang.
Efeknya pada tubuh
Mata akan berair karena sensasi terbakar, kesulitan bernapas, sakit di bagian dada, iritasi pada kulit, dan kebutaan sementara.
Profesor Alastair Hay, yang mempelajari dampak senjata kimia di Universitas Leeds, Inggris, mengatakan meski gas air mata dianggap sebagai opsi yang lebih aman, kematian terkadang terjadi karenanya.
Kerap kali ini terjadi ketika orang-orang kesulitan bernapas dalam keadaan terbatas karena penahanan polisi, sehingga mereka tidak bisa menghirup udara segar.
Aktivitas fisik seperti berlari dan ekspos berulang terhadap gas air mata dapat mengakibatkan gejala semakin buruk.
Efek gas air mata akan lebih parah bila orang yang terkena mengidap asma atau masalah pernapasan bawaan.
Dalam beberapa kasus, orang-orang juga terluka karena tabung kaleng yang dipakai untuk menembakkan gas air mata ke arah kerumunan.
Gejala
Cara paling umum untuk menghilangkan dampaknya dengan cara menuangkan susu ke wajah. Gejala-gejala awal biasanya menghilang dengan sendirinya setelah 30 menit. Udara segar dan bernapas dengan stabil dapat membantu mengurangi dampak gas air mata.
Meniup udara dari hidung, batuk, dan meludah juga diperkirakan dapat membantu mengurangi gejala.
Namun menggosok-gosok mata akan membuat gejala semakin buruk.
Bahan-bahan kimia akan melekat di kulit dan pakaian, sehingga disarankan untuk mandi dan mencuci baju yang terkena untuk menghidari efek jangka panjang.
Siapa yang dapat menggunakannya?
Penggunaan gas air mata dalam situasi perang dilarang di bawah Konvensi Senjata Kimia karena ia masuk dalam klasifikasi senjata kimia.
Meski begitu, di seluruh dunia petugas hukum menggunakannya pada warga sipil.
Di Indonesia, penggunaan gas air mata diatur dalam Protap Kapolri No I/X/2010, yang berbunyi: “apabila pelaku melakukan perlawanan fisik terhadap petugas, maka dilakukan tindakan melumpuhkan dengan menggunakan… (3) kendali senjata tumpul, senjata kimia antara lain gas air mata, atau alat lain sesuai standar Polri.”