MATA INDONESIA, VATIKAN – Paus Fransiskus dengan tegas mengecam para pemimpin militer Myanmar menyusul kudeta yang terjadi pada pekan lalu. Ia meminta para pemimpin tersebut untuk melayani kebaikan dan mencari harmoni demokratis.
Ia mengungkapkan hal ini dalam pidatonya di Lapangan Santo Petrus. Paus Fransiskus menambahkan, ia mengikuti setiap detail kejadian di Myanmar –negara yang ia kunjungi tahun 2017, dengan keprihatinan yang mendalam.
“Dalam momen yang sangat sensitif ini, saya ingin sekali lagi memastikan kedekatan spiritual saya, doa-doa saya, dan solidaritas saya dengan masyarakat Myanmar,” ucap Paus Fransiskus, melansir Reuters.
“Saya berdoa agar mereka yang memegang posisi tanggung jawab di negara ini menunjukkan kesediaan yang tulus untuk melayani kebaikan bersama, mempromosikan keadilan sosial, dan stabilitas nasional untuk hidup berdampingan yang harmonis dan demokratis,” sambungnya.
Usai kudeta yang dilakukan oleh junta militer Myanmar pada pekan lalu, puluhan ribu orang dari berbagai kalangan berkumpul di setiap kota melakukan unjuk rasa. Selain mengecam, para demonstran juga menuntut para pemimpin militer untuk mengembalikan kekuasaan dan membebaskan Aung San Suu Kyi.
Diketahui, pemimpin Myanmar yang digulingkan, Aung San Suu Kyi ditahan selama dua pekan. Hal ini diungkapkan oleh juru bicara partainya, Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), tiga hari setelah militer Myanmar merebut kendali pemerintahan dalam sebuah kudeta.
Aung San Suu Kyi, yang merupakan pemimpin de facto Myanmar ditangkap dalam sebuah penggerebekan pada Senin (1/2) dini hari waktu setempat, bersama mantan Presiden Win Myint dan sejumlah pejabat senior dari partai yang berkuasa. Mereka ditangkap dengan alasan melanggar undang-undang impor dan ekspor, serta kepemilikan alat komunikasi terlarang.
Selain itu militer Myanmar menuduh pemilihan umum yang digelar pada November 2020 diwarnai kecurangan. Diketahui Partai NLD pimpinan Aung San Suu Kyi menang telak, yakni sebesar 83%.
Saat ini, kekuasaan diserahkan kepada Panglima Militer Tertinggi Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing. Usai menumbangkan kekuasaan yang sah, junta militer yang baru berkuasa juga mencopot 24 menteri dan deputi dari pemerintah dan menunjuk 11 dari sekutunya sebagai pengganti yang akan mengambil peran mereka dalam pemerintahan baru.