Pasca-Kudeta, 510 Warga Sipil Myanmar Meninggal Dunia

Baca Juga

MATA INDONESIA, NAYPYDAW – Pasukan keamanan Myanmar menewaskan sedikitnya 510 warga sipil hanya dalam kurun waktu dua bulan atau sejak kudeta yang dilakukan junta militer pada 1 Februari!

Pasukan keamanan berdalih, apa yang mereka lakukan semata-mata untuk menghentikan protes dan menjaga stabilitas keamanan negara. Namun, langkah yang ditempuh pasukan keamanan Myanmar ini menuai kecaman baik dari dalam negeri maupun internasional.

Kelompok Advokasi Asosiasi Bantuan untuk Narapidana Politik atau Assistance Association for Political Prisoners (AAPP) melaporkan setidaknya 14 warga sipil tewas pada Senin (29/3). Sementara hari paling berdarah sejauh ini terjadi pada Sabtu (27/3) dengan korban tewas sebanyak 141 jiwa.

Pasukan keamanan menembakkan senjata kaliber yang jauh lebih berat dari biasanya untuk membersihkan barikade, ungkap saksi mata dan video yang beredar.

Televisi pemerintah mengungkapkan, pasukan keamanan menggunakan senjata anti huru hara untuk membubarkan kerumunan para demonstran yang mencoba menghancurkan trotoar.

Terlepas dari aksi kekerasan yang dilakukan aparat keamanan, kerumunan orang dan aksi unjuk rasa masih terus berlangsung di seluruh negeri.

Salah satu kelompok utama di balik protes, Komite Pemogokan Umum Kebangsaan menyerukan dalam surat terbuka di Facebook untuk bergabung dengan pengunjuk rasa anti-kudeta.

“Organisasi etnis bersenjata perlu secara kolektif melindungi rakyat,” kata kelompok tersebut, melansir Reuters, Selasa, 30 Maret 2021.

Pemberontak dari berbagai kelompok etnis minoritas telah berperang dengan pemerintah pusat selama beberapa dekade karena alasan otonomi. Meskipun banyak kelompok telah setuju untuk gencatan senjata, pertempuran telah berkobar dalam beberapa hari terakhir antara tentara dan kelompok etnis pemberontak di wilayah timur dan utara Myanmar.

Bentrokan hebat meletus pada akhir pekan di dekat perbatasan Thailand antara tentara dan pejuang dari pasukan etnis minoritas tertua Myanmar, Persatuan Nasional Karen (KNU).

Sekitar 3 ribu penduduk desa di Myanmar melarikan diri ke Thailand ketika jet militer membom daerah KNU, menewaskan tiga warga sipil. Sebelumnya, pasukan KNU menyerbu pos militer dan menewaskan 10 orang, kata sebuah kelompok aktivis dan media setempat.

Gedung Putih mengutuk pembunuhan warga sipil sebagai penggunaan kekuataan mematikan yang menjijikan. Amerika Serikat kembali mengimbau untuk memulihkan demokrasi di Myanmar.

Sementara Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres mendesak junta militer Myanmar untuk menghentikan pembunuhan dan penindasan demokrasi.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Mengapresiasi Kesuksesan Pilkada Serentak 2024 Hasil Kerja Sama Semua Pihak

JAKARTA - Pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 di Indonesia mencatatkan kesuksesan besar, ditandai oleh penyelenggaraan yang tertib dan keamanan yang...
- Advertisement -

Baca berita yang ini