MATA INDONESIA, NAYPYIDAW – Menteri Luar Negeri Kedua Brunei Darussalam, Erywan Yusof resmi ditunjuk sebagai utusan khusus ASEAN untuk Myanmar. Penunjukkan tersebut merupakan salah satu poin dalam konsensus yang disepakati oleh para pemimpin ASEAN saat pertemuan di Jakarta, dua bulan lalu.
Erywan ditugaskan untuk mencoba menyelesaikan konflik dalam negeri di Myanmar yang masih bergejolak dan telah berlangsung sekitar enam bulan. Sebagaimana diketahui, Myanmar bergejolak menyusul kudeta yang terjadi pada awal Februari.
Junta militer berdalih pemilu yang dimenangkan telak oleh Partai Liga Nasional untuk Demokrasi pimpinan Aung San Suu Kyi penuh dengan kecurangan. Namun, tudingan tersebut dibantah oleh komisi pemilihan umum Myanmar.
Sementara terkait dengan penunjukkan utusan khusus Eryawan Yusof, ratusan kelompok sipil Myanmar secara tegas menolak. Mereka berdalih, ASEAN seharusnya berkonsultasi dengan para penantang junta militer Myanmar –yang saat ini menduduki tampuk kekuasaan.
“CSO Myanmar (organisasi masyarakat sipil) mengungkapkan kekecewaan yang mendalam terhadap ASEAN dan kurangnya proses pengambilan keputusan yang inklusif dan kelambanan mereka dalam menghadapi beberapa kejahatan paling keji yang dilakukan di kawasan tersebut,” demikian isi pernyataan dari 413 anggota masyarat sipil Myanmar.
Kelompok masyarakat sipil Myanmar menyatakan bahwa Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) –yang merupakan pemerintah tandingan junta militer atau mereka yang menentang junta, seharusnya diajak berkomunikasi dan berkonsultasi terkait penunjukkan utusan khusus ASEAN tersebut.
Menariknya, pemerintahan Myanmar yang dipimpin oleh panglima militer, Min Aung Hlaing justru sepakat dengan penunjukkan utusan khusus yang dilakukan oleh organisasi negara-negara Asia Tenggara tersebut.
Sejak naik ke tampuk kekuasaan, pemerintahan junta militer menuai kecaman banyak negara di dunia. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bahkan secara resmi tidak mengakui junta militer sebagai pemerintahan baru.
Sementara Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres telah berjanji untuk memobilisasi tekanan global untuk memastikan kudeta yang dilakukan junta militer Myanmar gagal.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Sidharto R Suryodipuro menegaskan Indonesia dan seluruh negara anggota ASEAN sepakat menolak pemerintahan junta militer di Myanmar.
Sidharto juga memastikan bahwa perkumpulan negara-negara Asia Tenggara itu tidak ingin komunike bersama menempatkan posisi seolah-olah status pemerintahan junta militer di Myanmar sudah diakui.