MATA INDONESIA, JAKARTA – Berdasarkan riset Google, Temasek dan Brain & Comany, Indonesia diprediksi menjadi “macan” ekonomi digital di Asia Tenggara pada 2025 dengan tingkat pertumbuhan mencapai 49 persen dan potensi hingga 133 miliar dolar AS. Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker) akan menjadi penggeraknya, terutama bagi startup yang bermunculan.
“Beberapa operator ada yang mengatakan 40 persen, 60 persen, atau ada yang mungkin lebih tinggi dari itu lagi variannya, sehingga memang digital Indonesia itu di masa pandemi memang meningkat,” kata Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute yang juga pengamat ekonomi digital, Heru Sutadi.
Salah satu peningkatan ada pada e-commerce yang juga menggerakkan ekonomi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), karena lewat digital, usaha mereka tidak hanya bersifat lokal, tetapi bisa menjadi produksi nasional, bahkan global.
Memang, seperti dilansir Antaranews ada beberapa startup yang “menderita” diakibatkan karena pandemi itu sendiri, misalnya startup yang bergerak di sektor perjalan dan wisata.
Heru memprediksi pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga negatif. Beruntungnya, presiden Jokowi secara jelas telah memberi arahan untuk mengantisipasi hal ini. “Karena betapa pun di dalam pengembangan ekosistem digital yang paling utama adalah e-leadership,” ujar dia.
Undang-Undang Cipta Kerja, menurut Heru, akan menjadi pintu masuk pergerakan ekonomi digital. Misalnya, untuk mengadopsi teknologi baru yang bisa dikatakan haus bandwidth, yang memang butuh frekuensi yang besar.
UU Cipta Kerja memungkinkan kolaborasi antar operator untuk menggunakan frekuensi secara bersama. “Ini menjadi pintu masuk untuk bisa menggerakkan kebutuhan bandwidth internet yang cepat,” ujar Heru.
Meski begitu, menurut Heru, pemerintah memiliki “pekerjaan rumah” untuk memberdayakan UMKM lokal agar prediksi pertumbuhan ekonomi digital Indonesia dapat terwujud.