Januari 2021, Solo Mulai Melakukan KBM Tatap Muka di Sekolah

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA-Kegiatan belajar mengajar (KNM) tatap muka bakal dilakukan oleh pemerintah Solo pada awal Januari 2021 mendatang. Hal itu disampaikan oleh Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo.

Ia menegaskan KBM tatap muka secara keseluruhan dari PAUD, SD, hingga SMP di Kota Solo tetap dimulai 2 Januari 2021 namun belum dilakukan 100 persen.

“Saat ini terus dilakukan simulasi. KBM nantinya 50 persen daring 50 persen tatap muka,” ujar Rudy saat memberikan sambutan deklarasi damai warga Solo di Pendapi Gede kompleks Balai Kota.

Rudy menambahkan, untuk menunjang proses belajar mengajar daring, Pemkot Solo juga menyediakan sarana stasiun Televisi Pendidikan dan Radio Konata.

“Kita juga sediakan televisi pendidikan untuk materinya bisa dibuka di channel 20 UHF atau di radio Konata,” katanya.

Kepala dinas pendidikan kota Solo Etty Retnowati mengatakan saat ini dinas pendidikan sudah melakukan simulasi KBM Tatap muka melalui tiga sekolah birthday yakni SMP Negeri 4, SMP al Azhar Syifa Budi dan MTsN 1 Surakarta. Ke depan simulasi ini dilakukan oleh 23 SMP yang ada di Kota Solo.

Etty mengatakan simulasi dilakukan selama dua minggu untuk kelas 9. Jika selesai dan lancar akan turun ke kelas 8,7. Dari kelas 7 akan dilanjutkan simulasi untuk SD dan seterusnya hingga sampai ke PAUD.

Pihaknya juga telah membuat video panduan untuk sosialisasi kegiatan belajar mengajar. Video tersebut akan disiarkan melalui videotron atau media lainnya.

“Januari Insyaallah semua sudah. Kalau situasi dan kondisinya memungkinkan akan dimulai,” katanya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini