MATA INDONESIA, JAKARTA – Ekonom senior dari Canberra Australia University, Erick Hansnata mengatakan, nilai ekonomi karbon harus segera diterapkan Indonesia dalam waktu dekat.
Pemerintah Indonesia harus mempunyai kemauan politik untuk menerapkan kebjakan nilai ekonomi karbon. Berkaca dari kesuksesan negara lain seperti India, Vietnam dan Australia, penerapan nilai ekonomi karbon bisa mengurangi emisi gas rumah kaca.
“Saya percaya pemerintah sudah mempunyai mekanisme terkait kebijakan nilai ekonomi karbon. Dalam dua tahun terakhir sudah terjadi diskusi tentang skema yang akan digunakan. Harus ada political will dari pemerintah untuk menerapkan kebijakan ini. Tidak ada alasan lagi untuk menunda nilai ekonomi karbon,” ujar Erick, Senin 8 Maret 2021.
Hal senada diungkapkan Peneliti Zero Carbon Energy dari Australia National University, Paul Burke. Menurut dia, Indonesia sudah membahas tentang nilai ekonomi karbon sejak 2009 lalu.
“Fokus utamanya adalah perusahaan minyak besar terlebih dahulu agar fokus untuk bisa menjalankan sistem terlebih dahulu. Revenue yang didapat bisa digunakan untuk keperluan yang paling mendesak seperti membantu keluarga miskin yang terdampak. Afrika Selatan dan negara lain sudah melakukan ini seharusnya Indonesia juga bisa,” kata Paul.
Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya telah melaporkan kepada Presiden Jokowi terkait kepentingan pemerintah mengatur tentang nilai ekonomi karbon (NEK) atau carbon pricing dengan sebuah kebijakan resmi.
Kebijakan pemerintah dalam pengaturan NEK itu turut mendukung upaya penanggulangan perubahan iklim yang dilakukan Indonesia bersama masyarakat dunia. Presiden Joko Widodo telah menyetujui untuk segera mengatur nilai ekonomi karbon.
Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 26 persen pada 2020 dan 29 persen pada 2030 yang kemudian ditingkatkan seusai ratifikasi yang dilakukan Indonesia.