Oleh : Damar Syahputra )*
Industri investasi nasional memasuki era baru dengan pembentukan Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara. Langkah ini bertujuan untuk mengoptimalkan pemanfaatan aset negara melalui konsolidasi berbagai kekuatan ekonomi yang dikelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Dengan pengelolaan yang profesional, Danantara diproyeksikan menjadi katalis utama dalam meningkatkan efisiensi investasi nasional serta mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Danantara, yang merupakan singkatan dari Daya Anagata Nusantara, berlandaskan pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2021 mengenai Lembaga Pengelola Investasi.
Struktur serta mekanisme pengelolaannya telah dirancang agar sejalan dengan praktik terbaik dalam pengelolaan Sovereign Wealth Fund (SWF) di berbagai negara. Dalam rapat paripurna DPR RI ke-12 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024/2025, pemerintah mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN sebagai payung hukum bagi Danantara.
Potensi aset BUMN yang mencapai 1 triliun dolar AS atau sekitar 60 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia menjadi peluang besar yang dapat dioptimalkan melalui leverage investasi yang tepat.
Keberadaan Danantara memungkinkan aset tersebut dikelola lebih efektif, sehingga memberikan dampak positif bagi stabilitas ekonomi nasional dalam jangka panjang. Riset IMF pada 2020 menunjukkan bahwa pengelolaan SWF yang baik dapat menjadi faktor kunci dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa Danantara bukan sekadar pengelola investasi, melainkan simbol kekuatan ekonomi Indonesia. Sebagai superholding BUMN, Danantara diharapkan mampu menyinergikan berbagai perusahaan negara dan mengarahkan investasi pada sektor-sektor strategis seperti energi terbarukan, manufaktur canggih, produksi pangan, serta industri hilirisasi. Dengan model ini, efisiensi dalam pengelolaan investasi dapat ditingkatkan secara signifikan, menciptakan nilai tambah bagi perekonomian nasional.
Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, menilai bahwa pembentukan Danantara merupakan langkah strategis pemerintah dalam memperbaiki tata kelola perusahaan negara.
Dengan adanya mekanisme joint venture, berbagai perusahaan dapat menjalankan operasionalnya secara lebih efisien dan transparan. Peningkatan efisiensi ini berpotensi menarik minat investor global, termasuk Abu Dhabi yang telah menunjukkan ketertarikan untuk berinvestasi di sektor energi baru terbarukan (EBT) melalui Danantara. Langkah ini memperlihatkan bahwa Indonesia bukan lagi negara dengan sumber daya ekonomi yang terbatas, melainkan pemain utama dalam kancah investasi global.
Selain mengoptimalkan aset BUMN, keberadaan Danantara juga membuka peluang bagi diversifikasi sumber pendapatan negara. Ketergantungan ekonomi terhadap sektor migas dan pertambangan sering kali menjadikan Indonesia rentan terhadap fluktuasi harga komoditas global.
Dengan skema investasi yang berorientasi pada proyek berkelanjutan, Danantara dapat menciptakan stabilitas ekonomi jangka panjang sekaligus memberikan kontribusi nyata terhadap pembangunan infrastruktur nasional.
Sumber pembiayaan alternatif yang dikelola dengan baik memungkinkan Indonesia mengurangi ketergantungan terhadap utang luar negeri, sehingga memperkuat posisi fiskal negara.
Dari perspektif ekonomi makro, Ekonom dari Center of Economics and Law Studies (Celios), Nailul Huda, melihat Danantara sebagai instrumen yang mampu meningkatkan daya saing Indonesia di tingkat global.
Konsolidasi BUMN di bawah satu badan pengelola investasi diyakini menciptakan efisiensi yang lebih baik dalam pengelolaan aset negara. Dengan pengelolaan yang profesional, Danantara dapat membantu mengurangi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta memberikan fleksibilitas lebih besar dalam pendanaan proyek strategis.
Benchmarking terhadap SWF di berbagai negara menunjukkan bahwa keberhasilan Danantara bergantung pada penerapan tata kelola yang transparan dan akuntabel. Model investasi yang diterapkan oleh Temasek Holdings di Singapura dan Government Pension Fund Global di Norwegia menjadi contoh bagaimana sebuah SWF dapat berperan sebagai pengelola investasi yang efektif sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
Penerapan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) dalam setiap keputusan investasi juga menjadi faktor kunci yang dapat meningkatkan daya tarik Danantara bagi investor global.
Langkah strategis dalam membangun Danantara sebagai lembaga investasi nasional yang kuat mencakup peningkatan kapasitas manajemen, diversifikasi portofolio investasi, serta penguatan kemitraan dengan SWF global.
Dengan memastikan transparansi dalam pelaporan keuangan dan pengawasan independen, Danantara dapat membangun kepercayaan publik sekaligus menarik lebih banyak investor. Kemampuan dalam mengelola risiko investasi juga menjadi aspek krusial yang harus diperhatikan agar Danantara dapat berperan sebagai instrumen stabilisasi ekonomi yang efektif.
Selain dampak makroekonomi, keberadaan Danantara juga berpotensi memberikan manfaat langsung bagi masyarakat luas. Dengan meningkatnya investasi dan percepatan pembangunan infrastruktur, peluang kerja terbuka lebih luas, terutama di sektor manufaktur, teknologi, dan energi terbarukan. Hal ini dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekaligus mempercepat transformasi ekonomi menuju industri berbasis nilai tambah.
Dengan mengadopsi praktik terbaik dari berbagai negara serta memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku, Danantara berpotensi menjadi lembaga pengelola investasi yang profesional dan berkelas dunia.
Implementasi tata kelola yang baik, strategi investasi yang cermat, serta sinergi antara pemerintah dan sektor swasta menjadi kunci utama dalam mewujudkan Danantara sebagai pilar utama efisiensi investasi nasional.
Dalam jangka panjang, peran Danantara diharapkan tidak hanya meningkatkan daya saing ekonomi Indonesia, tetapi juga menciptakan fondasi yang kuat bagi pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. (*)
)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute