Mike Tyson Ditawari Rp 16 Miliar untuk Duel dengan McNeeley

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA-Rencana mantan juara dunia tinju kelas berat, Mike Tyson untuk naik ring kembali memang menjadi kabar yang mengejutkan.

Banyak pihak yang mengusulkan nama untuk lawannya saat naik ring kembali. Terbaru, petinju yang dijuluki si leher beton ini mendapat tawaran senilai 888 ribu pound sterling atau setera Rp16 Miliar untuk menghadapi ‘Hurricane’ Peter McNeeley.

Diketahui, kedua petinju sebelumnya sempat bertarung pada tahun 1995. Saat itu Tyson padahal baru kembali lagi ke ring tinju setelah empat tahun vakum akibat berbagai masalah dalam kehidupannya, termasuk kasus pemerkosaan yang memaksanya mendekam di penjara selama tiga tahun.

Meski demikian, McNeeley hanya mampu bertahan selama 89 detik saja. Menghadapi McNeeley, Tyson menunjukkan ‘kebuasannya’ dengan memukul jatuh lawan sebanyak dua kali di ronde pertama.

Tidak ingin, McNeeley mengalami cedera parah, tim pelatih akhirnya meminta duel dihentikan.

McNeeley kini telah berusia 51 tahun dan sudah tidak bertanding lagi sejak 2001. Meski demikian, McNeeley masih antusias saat mendapat tawaran untuk menghadapi Mike Tyson.

“Hei, jika tawarannya pas, pasti saya mau. Anda tidak bisa tahu. Tahun 1995 lalu saya tidak takut pada Mike Tyson, begitu juga sekarang. Sama sekali tidak setelah melewati 54 laga profesional,” katanya.

Sebelumnya, musuh lamanya, Evander Holyfield juga diusulkan menjadi lawan Mike Tyson dalam laga amal yang akan dilakukan. Petinju yang sudah berusia 57 tahun itu juga belakangan rutin berlatih.

Kondisi ini tentu membuat publik bertanya-tanya apakah Tyson bakal kembali bertemu Holyfield. Namun, baik Tyson maupun Holyfield sama-sama masih menyembunyikan calon lawan mereka.

Selain Holyfield, sejumlah nama lain juga muncul. Salah satunya adalah juara dunia kelas berat versi WBC, Tyson Fury yang mengaku mendapat tawaran untuk menjajal kemampuan Si Leher Beton.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini