MATA INDONESIA, JAKARTA – Alutsista adalah kepanjangan dari Alat Utama Sistem Senjata Tentara Nasional Indonesia. Alutsista terdiri dari peralatan utama beserta peralatan pendukung yang menjadi suatu sistem senjata yang memiliki kemampuan untuk pelaksanaan tugas pokok TNI.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014, pengadaan Alutsista terbagi atas Alutsista luar negeri dan Alutsista dalam negeri.
Di Indonesia, jumlah Alutsista sangat banyak dan dibagi atas beberapa kategori. Dalam Permen RI Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Laporan Data Alat Utama Sistem Senjata Tentara Nasional Indonesia, terdapat lima jenis Alutsista yang digunakan di lingkungan Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Indonesia.
Berikut penjelasannya:
- Senjata
TNI dan Kopassus di Lingkungan Kemenhan menggunakan senjata yang terdiri dari pistol dan senapan.
- Kendaraan Tempur
Terdapat 16 jenis kendaraan tempur yang diketahui digunakan oleh TNI. Kendaraan tempur ini berupa kendaraan tempur darat, laut, dan udara.
Untuk kendaraan termpur darat terdiri dari:
- Isuzu Elf NPS 4×4 Giant Bow
- Tank Tatra T815-7
- Truk KIA KM250
- Alvis Scorpion 90 Light Tank
- Tank KMW Leopard 2A4 MTB
- Tank KMW Leopard 2RI MTB
- Tank Pindad Harimau 105 MT
- Tank Doosan Tarantula 90
- Tank Pindad Badak 90
- Tank Marder
- Tank Amfibi Arisgator
- Tank BMP0-3F
Untuk kendaraan tempur laut terdapat sejumlah Kapal Perusak Kawal Rudal.
Sementara itu, untuk kendaraan tempur udara terdiri dari:
- Pesawat tempur Sukhoi Su-35 Tiba 2019
- Pesawat CN 235-220
- Helikopter AS565 Mbe
- Amunisi
Kaliber kecil dan amunisi khusus adalah amunisi yang digunakan TNI dan Kopassus di lingkungan Kemenhan.
- Alat Komunikasi
Alat komunikasi yang digunakan TNI di lingkungan Kemenhan adalah BMS atau Battlefield Management System CY-16H yang diproduksi oleh PT. Hariff Daya Tunggal Engineering. BMS CY-16H adalah produk ICCS atau Integrated Command & Control System.
Saat ini, alat komunikasi BMS CY-16H sudah terpasang di kendaraan tempur militer Indonesia. Tidak hanya mengkomunikasikan suara, alat komunikasi ini juga diketahui mampu mengkomunikasikan data untuk mempercepat proses pengambilan keputusan di lingkup kemiliteran.
- Alat Perang Elektronika
Alat perang elektronika ini memiliki dua teknik yang digunakan untuk pertahanan. Dua teknik tersebut yaitu:
- Teknik pasif electronic welfare, tujuannya adalah untuk mengawasi komunikasi lawan dan merencanakan strategi pertahanan. Teknik ini juga berguna untuk mendeteksi radar lawan, emisi lasser, dan infra merah untuk menyediakan peringatan dini kepada pihak pertahanan.
- Teknik aktif electronic welfare, teknik ini bertujuan untuk mengacaukan atau mengganggu jaringan kontrol, komunikasi, dan informasi sistem radar lawan.
Alutsista yang telah dijelaskan di atas adalah Alutsista yang hanya digunakan di lingkungan Kemenham secara umum.
Setiap markas TNI menyediakan Alutsista tersendiri, seperti Alutsista TNI di lingkungan Markas Besar TNI, Alutsista TNI di lingkungan Markas Besar AD, Alutsista TNI di lingkungan Markas Besar AL, dan Alutsista TNI di lingkungan Markas Besar AU.
Kekuatan militer Indonesia menurut rangking Global Fire Power (GFP) menduduki peringkat 16 dari 137. Kekuatan militer sebuah negara berdasarkan pemeringkatan GFP, dapat dilihat dari delapan unsur pembentukannya, yakni sumber daya manusia, kekuatan udara, kekuatan darat, kekuatan laut, sumber daya alam, logistik keuangan dan geografi, serta Alutsista.
Sebagai salah satu unsur pembentukan kekuatan militer sebuah negara, Alutsista menempati posisi yang begitu penting. Tak hanya digunakan sebagai upaya pertahanan negara, Alutsista juga menjadi sarana untuk menunjukkan kewibawaan sebuah negara.
Indonesia menghadapi dua tantangan terkait Alutsista. Pertama, kondisi Alutsista yang semakin ketinggalan dengan teknologi terbaru, dan kedua, pengadaan Alutssista di Indonesia masih tergantung dengan pihak luar negeri.
Untuk pengadaan Alutsista, pemerintah terus meningkatkan anggaran pertahanan. Tahun lalu, jumlah anggaran untuk mertahanan mencapai 127 triliun Rupiah. Namun dikabarkan, anggaran ini cenderung memprioritaskan untuk belanja pegawai dibanding belanja modal untuk modernisasi Alutsista. Padahal, hinga akhir 2019 kurang lebih hanya 50 persen Alutsista yang layak digunakan di Indonesia.
Mulai 2020, TNI terus meningkatkan kesiapan Alutsista. Pada 2020 hingga 2024, merupakan tahap ketiga rencana strategis kekuatan pokok minimum (minimum essential force/MEF). Sebelumnya tahap kedua telah selesai pada 2014 sampai 2019.
Reporter: Sheila Permatasari