Masih Berbenah, Analis sarankan Tahan Saham Krakatau Steel

Baca Juga

MINEWS, JAKARTA – PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS) berencana melakukan restrukturisasi. Hal ini bertujuan untuk mengurangi sejumlah kerugian yang dialami perusahaan selama bertahun-tahun.

Direktur Utama KRAS Silmi Karim mengungkapkan bahwa hal ini tak ada kaitannya dengan tudingan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dalam tubuh perusahaannya yang melibatkan 1.300 orang karyawan.

“Itu angka hoax. Gak pernah ada dalam rencana kami. Soal restrukturisasi organisasi yang menyangkut SDM ya itu betul ada. Tapi gak ada strategi PHK,” kata Silmi kepada Mata Indonesia News via pesan singkat, Kamis 4 Juli 2019.

Restrukturisasi yang Silmy lakukan untuk Krakatau Steel mencakup restrukturisasi organisasi, restrukturisasi utang dan restrukturisasi bisnis. Ini menjadi strategi bagi KRAS untuk menghentikan trend merugi yang sudah berlangsung tujuh tahun berturut-turut.

Menurut dia, perseroan melakukan restrukturisasi organisasi dengan cara memaksimalkan potensi karyawan tetap yang ada di induk perusahaan, yakni dari sekitar 6.624 karyawan dirampingkan menjadi 4.453 orang.

Jadi akan ada karyawan tetap yang dialihkan ke anak atau cucu perusahaan, yang tadinya hanya melayani KRAS mereka juga akan melayani perusahaan lain.

Sementara yang outsourching mekanismenya tak ada hubungan langsung ke KRAS. Jadi menurut Simly, karyawan outsourching tersebut berasal dari perusahaan lain yang perusahaannya ditunjuk untuk mengerjakan suatu jasa di KRAS.

“Ketika kontrak perusahaan tersebut dengan KRAS habis, ya gak diperpanjang kan gak masalah. Apalagi jika jasanya sudah tidak diperlukan karena ada beberapa yang memang pabriknya sudah tidak beroperasi,” ujar Silmi.

Hal tersebut sejalan dengan riset yang dilakukan oleh analis NH Korindo Sekuritas Selvi Octaviani pada 18 April 2019 lalu. Ia melihat KRAS masih akan fokus berbenah tahun ini.

Maka diprediksi KRAS masih sulit memperbaiki buku rapornya tahun ini. KRAS punya pekerjaan rumah besar membenahi posisi keuangannya dari CFO yang masih negatif hingga restrukturisasi hutang.

Sepanjang kuartal I 2019 ini, diperkirakan kinerja KRAS masih akan tertekan terlihat dari, yang pertama, rilis data Prompt Manufacturing Index subsector logam dasar besi dan baja merosot drastis hingga 43,94% dibandingkan dengan kuartal IV 2018 yang sebesar 54,43%.

Angka yang jauh dibawah 50% ini memberikan signal kontraksi pada industri, padahal KRAS memiliki market share terbesar industri baja tanah air.

Kedua, persaingan dengan baja impor masih sengit, jumlah impor besi dan baja kuartal I 19 meningkat 14,7% mencapai US$ 2,764 juta dari US$ 2,409 juta pada kuartal I 2018. Yang ketiga, harga bahan baku yaitu bijih besi dalam trend bullish atau naik.

Pekerjaan rumah nan besar yang wajib dikerjakan jika KRAS ingin membalik keadaan, diantaranya, melakukan efisiensi biaya produksi, manajemen arus kas agar kas dari kegiatan operasional kembali positif dan lakukan restrukturisai hutang dengan kondisi yang dapat meringankan beban keuangan KRAS.

Selvi pun mengharapkan di semester II nanti kinerja KRAS akan lebih baik seiring bantuan dari pemerintah yang telah membantu industri besi dan baja dengan memperpanjang ketentuan antidumping serta revisi aturan impor besi dan baja menjadi lebih protektif terhadap industri dalam negeri.

Namun peraturan tersebut memerlukan waktu sehingga diperkirakan baru akan terlihat efeknya setidaknya pada Semester II 2019. Untuk pertama kalinya impor besi dan baja HS 72 bulanan menurun secara tahunan di bulan Maret sebesar US$ 845 juta dari US$ 880.4 juta pada Maret 2018.

Dari sisi internal perusahaan, fasilitas produksi blast furnace KRAS yang sudah memasuki tahap uji coba diharapkan dapat menekan biaya produksi, sementara itu Hot Steel Mill #2 direncanakan selesai pembangunannya pada semester II 2019.

Maka, Selvi memprediksi KRAS masih akan membukukan rugi untuk semester I 2019 dan mulai mengakumulasi laba pada semester II 2019. Sehingga secara tahunan, KRAS masih membukukan rugi dengan porsi yang lebih kecil. Ia harapkan KRAS dapat mulai meraup laba sejak 2020.
Maka, pendapatan (top line) KRAS di akhir tahun 2019 ini bakal meningkat US$ 1,91 miliar atau naik 10% secara tahunan. Selanjutnya di akhir 2020 bakal 11,2% menuju US$ 2,13 miliar.

Namun, nasib laba bersih (bottom line) KRAS akan tetap tergerus di akhir tahun 2019 ini. Perusahaan baja ini diprediksi masih akan sedikit merugi sebesar US$ 22 juta. Dibanding akhir 2018 yang sebesar US$ 75 juta, meski mencatatkan kenaikan pendapatan sebesar 20% menjadi US$ 1,74 miliar.

Lalu di akhir 2020 baru bisa diakumulasikan laba sebesar US$ 27 juta. Sekalipun ada perbaikan, KRAS telah membukukan rugi bersih selama 7 tahun berturut-turut.

Dari sisi saham, ia merekomendasikan tahan atau HOLD dengan target harga hingga akhir 2019 di level Rp 508 per saham yang menyiratkan EV/EBITDA rasio sebesar 19,4 kali. Dapaun pada penutupan pasar hari ini, harga saham KRAS turun 0,98% ke level Rp 406 per saham. (Krisantus de Rosari Binsasi)

Berita Terbaru

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia

Sistem Kontrak Kerja jadi Masalah Generasi Muda, GMNI Singgung Keadilan Ketenagakerjaan di Indonesia Kondisi ketenagakerjaan saat ini menghadirkan berbagai tantangan signifikan yang berdampak pada kesejahteraan pekerja, terutama dalam menghadapi ketidakpastian kerja dan fenomena fleksibilitas yang eksploitatif atau dikenal sebagai flexploitation. Sistem kontrak sementara kerap menjadi salah satu akar permasalahan, karena tidak menjamin kesinambungan pekerjaan. Situasi ini semakin diperburuk oleh rendahnya tingkat upah, yang sering berada di bawah standar kehidupan layak, serta minimnya kenaikan gaji yang menambah beban para pekerja. Selain itu, kurangnya perlindungan sosial, seperti jaminan kesehatan yang tidak memadai, serta lemahnya penegakan hukum memperkuat kondisi precarization atau suatu kerentanan struktural yang terus dialami oleh pekerja. Di sisi lain, keterbatasan sumber daya negara juga menjadi penghambat dalam mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif yang potensial, di mana banyak pekerja terjebak dalam tekanan produktivitas tanpa disertai perlindungan hak yang memadai. Dalam konteks ini, generasi muda, termasuk kader-kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dinamika pasar kerja yang semakin eksploitatif. Generasi ini kerap menghadapi kontradiksi antara ekspektasi tinggi terhadap produktivitas dan inovasi dengan realitas kerja yang penuh ketidakpastian. Banyak dari mereka terjebak dalam sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, seperti tuntutan kerja tanpa batas waktu dan kontrak sementara tanpa jaminan sosial yang memadai. Akibatnya, kondisi precarization semakin mengakar. Bagi kader GMNI, yang memiliki semangat juang dan idealisme tinggi untuk memperjuangkan keadilan sosial, situasi ini menjadi ironi. Di satu sisi, mereka harus tetap produktif meskipun kondisi kerja tidak mendukung, sementara di sisi lain mereka memikul tanggung jawab moral untuk terus memperjuangkan aspirasi kolektif para pekerja. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesejahteraan individu, tetapi juga dapat mengikis potensi intelektual, semangat juang, serta daya transformasi generasi muda dalam menciptakan struktur sosial yang lebih adil. Oleh karena itu, peran negara menjadi sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang konkret dan menyeluruh. Kebijakan ini harus memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja, termasuk perlindungan sosial yang layak, serta penegakan regulasi yang konsisten untuk mengurangi ketimpangan dan menghentikan eksploitasi dalam sistem kerja fleksibel. Tanpa langkah nyata tersebut, ketimpangan struktural di pasar tenaga kerja akan terus menjadi ancaman bagi masa depan generasi muda dan stabilitas tatanan sosial secara keseluruhan.
- Advertisement -

Baca berita yang ini