Mantul, Jokowi Pimpin Kepala Negara se-ASEAN Selesaikan Masalah Rohingya

Baca Juga

MINEWS.ID, BANGKOK – Presiden Jokowi mengingatkan pemimpin ASEAN menyelesaikan persoalan etnis Rohingya di Rakhine State, Myanmar.

“Saya ingin bicara sebagai satu keluarga, berterus terang, untuk kebaikan kita semua,” kata Presiden memulai pandangannya dalam pertemuan retreat KTT ke-34 ASEAN, Minggu 23 Juni 2019.

Apalagi pemimpin ASEAN telah memberikan mandat kepada The ASEAN Coordinating Centre for Humanitarian Assistance on disaster management (AHA Centre) untuk membantu Myanmar menyiapkan repatriasi etnis Rohingya dengan sukarela, aman dan bermartabat.

Mandat tersebut sudah dijalankan melalui pelaksanaan Preliminary Needs Assessment (PNA) tim ke Rakhine State. PNA sudah menyampaikan laporan dari pelaksanaan mandatnya.

Dengan adanya laporan PNA, Presiden Joko Widodo menyampaikan pandangannya yaitu pertama, rekomendasi laporan PNA harus ditindaklanjuti. Komite tinggi harus segera membuat rencana aksi dengan kerangka waktu yang jelas.

Kedua, mengedepankan isu keamanan menjadi kunci bagi pelaksanaan repatriasi. Sebab selama ini situasi keamanan di Rakhine State sangat memprihatinkan.

Indonesia berharap Pemerintah dan otoritas Myanmar dapat terus secara maksimal mengupayakan pemulihan keamanan. Tanpa jaminan keamanan, tidak akan mungkin terjadi repatriasi.

Presiden Jokowi juga menyarankan ASEAN dapat membantu membangun komunikasi dengan Bangladesh dan pengungsi di Cox’s Bazar.

“Tentunya dengan tetap menghormati proses komunikasi bilateral Myanmar-Bangladesh,” kata Presiden Jokowi.

Komunikasi yang baik antara Myanmar, Bangladesh, dan para pengungsi menjadi bagian penting bagi kesuksesan persiapan repatriasi.

Berita Terbaru

PKL Teras Malioboro 2: Suara Ketidakadilan di Tengah Penataan Kawasan

Mata Indonesia, Yogyakarta – Sejak relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) dari Malioboro ke Teras Malioboro 2, berbagai persoalan serius mencuat ke permukaan. Kebijakan relokasi yang bertujuan memperindah Malioboro sebagai warisan budaya UNESCO justru meninggalkan jejak keresahan di kalangan pedagang. Lokasi baru yang dinilai kurang layak, fasilitas yang bermasalah, dan pendapatan yang merosot tajam menjadi potret suram perjuangan PKL di tengah upaya mempertahankan hidup.
- Advertisement -

Baca berita yang ini