MATA INDONESIA, JAKARTA – Indonesia bakal memiliki sebuah museum yang mungkin menjadi satu-satunya di Asia Tenggara yaitu Museum Hak Asasi Manusia (HAM) Munir.
Siapa itu Munir? Nama lengkapnya Munir Said Thalib yang lahir di Malang 8 Desember 1965 dan biasa dipanggil Cak Munir.
Lelaki keturunan Arab itu sebelum wafatnya merupakan aktivis garis keras HAM. Dia mendirikan lembaga swadaya masyarakat (LSM) pemantau HAM, KontraS dan terakhir Imparsial.
Munir meninggal dengan cara yang kontroversial. Banyak aktivis menuding dia wafat karena diracun saat dalam penerbangan Jakarta – Amsterdam untuk melanjutkan studi masternya di Universitas Leiden.
Tudingan itu karena kursi yang diduduki almarhum dalam pesawat tersebut sejatinya untuk seorang pilot Garuda yang sedang off, Polycarpus Budihari Priyanto. Hal itu bisa terjadi karena Polycarpus menawarinya bertukar tempat duduk sehingga kejadian tersebut dipakai sebagai alasan menetapkan dia sebagai tersangka.
Hal lain yang menjadi kontroversi kematian Munir adalah sesungguhnya dia sudah dalam keadaan sakit saat melakukan perjalanan tersebut.
Apakah kisah tersebut juga akan bisa kita temui di Museum Munir nanti? Saat peletakan batu pertama pembangunannya, belum bisa dipastikan.
Namun, yang jelas bangunan Museum di Kota Batu Malang tersebut akan berisi barang-barang pengingat peristiwa HAM, khususnya yang berkaitan dengan almarhum Munir. Istri Munir, Suciwati sempat menyatakan museum tersebut sebagai pengingat khususnya untuk almarhum suaminya.
Siapa saja diharapkan bisa mengakses bangunan itu, mulai dari anak-anak sampai penyandang disabilitas.
Lantai satunya nanti akan dibuat kids corner yang akan menjadi tempat bermain bagi anak-anak sambil belajar HAM.
Peletakan batu pertama museum itu dilakukan bertepatan dengan ulang tahun Munir 8 Desember 2019. Dananya berasal dari APBD Jawa Timur senilai Rp 10 miliar.
Menurut Gubernur Khofifar Indar Parawansa, awalnya anggaran itu hanya Rp 5 miliar. Namun pada perkembangannya terhadap beberapa maksimalisasi ruang sehingga membengkak. Khofifah berjanji mencari solusi kekurangan dana pembangunan tersebut.(Yuri Giantini)