MATA INDONESIA, JAKARTA-Kasus eksploitasi dan perdagangan anak sampai saat ini belum juga mereda. Bahkan, data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), tahun 2019 terdapat 244 kasus yang berkaitan dengan perdagangan dan eksploitasi seksual komersial anak.
Sementara itu, selama 2020 menemukan enam kasus dugaan perdagangan dan eksploitasi anak di Tanah Air yang paling mengemuka dan perlu segera ditindaklanjuti. Salah satunya adalah kasus eksploitasi dan perdagangan anak di Jakarta Utara, tepatnya Cafe Khayangan yang belum lama ini terjadi.
“Kita apresiasi Polda Metro Jaya yang sudah mengungkap kasus dengan rujukan Undang-undang perlindungan anak. Namun kita ingin mendorong juga untuk memproses pelaku dengan Undang-undang Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU TPPO),” kata Wakil Ketua LPSK RI Antonius Prijadi Soesilo Wibowo di Jakarta, Selasa 28 Januari 2020.
Ia menjelaskan, jika kasus tersebut hanya didekati dengan Undang-Undang Perlindungan Anak maka peluang untuk mendapatkan restitusi atau ganti kerugian bagi korban lebih kecil jika dibandingkan dengan penerapan Undang-Undang TPPO.
Apabila aparat kepolisian menerapkan Undang-Undang TPPO maka nilai restitusi jauh lebih besar karena instrumen hukum yang digunakan lebih lengkap jika dibandingkan UU Perlindungan Anak tadi.
“Itulah kenapa LPSK bersama KPAI memiliki persepsi yang sama bahwa kita perlu mengapresiasi polisi tapi juga mengingatkan mendorong pelaku diproses UU TPPO,” katanya.
Menurut data LPSK, selama 2019 kasus TPPO yang ditangani lembaga itu memiliki nilai restitusi yang diajukan sekitar Rp 2,9 miliar. Dari jumlah itu, perkara masih berjalan delapan kasus. Total kasus ada 21 dan satu di antaranya ditolak namun 13 restitusi disetujui.
Peran LPSK, katanya, tidak hanya berupaya masalah restitusi namun juga memberikan perlindungan kepada korban TPPO.
Antonius mengatakan bahwa kasus ekploitasi dan perdagangan anak pada cafe yang berada di daerah Jakarta Utara ini sudah memenuhi tiga unsur sebagai syarat agar kasus bisa diproses dengan UU pemberantasan TPPO, yaitu proses, cara dan akibat.
“Berbicara tentang proses, ada banyak. Ada perekrutan, penampungan, dan pengangkutan. Di unsur cara pun ada, seperti ancaman kekerasan dan penculikan. Lalu unsur ketiga yaitu akibat. Akibatnya adalah tereksploitasi,’ katanya. (Anis Fairuz)