MINEWS, JAKARTA-Potensi gempa bumi dan tsunami memang kecil di Kalimantan, hal itu dirilis oleh Lembaga Ilmu Pengatahuan Indonesia (LIPI). Namun, LIPI mengingatkan bahwa wilayah yang diwacanakan mengganti ibu kota Jakarta ini memiliki potensi tinggi terjadinya banjir dan kebakaran hutan akibat keberadaan lahan gambut.
Minimnya potensi gempa bumi dan tsunami di Kalimantan menurut Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi Eko Yulianto karena Kalimantan memang jauh dari batas lempeng yang merupakan penyebab gempa bumi. Kalimantan pun tidak memiliki sesar (patahan) aktif yang besar.
Akan tetapi berdasarkan jejak sejarah gempa, Eko mengatakan Kalimantan tidak sepenuhnya aman dari ancaman bencana seismik.
“Ancaman bencana seismik Kalimantan relatif paling aman dibandingkan pulau lain di Indonesia. Meskipun tidak sepenuhnya aman karena ada jejak gempa. Jadi tetap ada potensi,” kata Eko dalam diskusi ‘Tantangan Pemindahan Ibu Kota’ di kantor LIPI, Jakarta, Selasa 28 Mei 2019.
Pada bulan Maret lalu, pemerintah mewacanakan pemindahan ibu kota karena beberapa alasan. Di antaranya adalah jumlah penduduk padat, pencemaran lingkungan, kemacetan, hingga banjir.
Akan tetapi, Eko mengatakan keberadaan batu bara dan gambut di Kalimantan justru mengindikasikan bahwa Kalimantan rentan terkena banjir saat musim hujan dan kebakaran hutan saat musim kemarau.
“Kalau itu tidak dikelola dengan baik maka kemudian masalah baru bencana akan muncul. Bukan gempa bumi dan tsunami tapi adalah kebakaran lahan dan banjir. Terjadi musim hujan akan banjir dan musim kemarau akan ada terjadi kebakaran,” katanya.
Kendati demikian Eko mengatakan keberadaan lahan gambut yang luas membuat Kalimantan kaya akan ketersediaan air yang bisa menunjang masyarakat.
Oleh karena itu, Eko menjelaskan pemindahan ibu kota harus disertai dengan penanganan dan manajemen yang baik. Dengan adanya penanganan dana manajemen baik, Eko mengatakan kekayaan air Kalimantan akan memberikan dampak positif, bukan malah memberikan dampak negatif.
“Apalagi kalau kita memperhatikan bahwa ke depan tren permukaan air laut akan naik hingga kemudian jangan dengan perubahan ini akan menyebabkan frekuensi banjir dan kebakaran hutan lebih sering,” ujarnya.