MATA INDONESIA, JAKARTA – Jika kita bicara Partai Gerindra sekarang, akan langsung mengasosiasikan dengan Prabowo Subianto yang terpilih lagi menjadi ketua umumnya. Padahal, Prabowo bukan inisiator pendirian partai itu juga orang kedua yang menjadi ketua umum, sedangkan penggagas dan ketua umum pertama adalah Ir Suhardi.
Justru Ir Suhardi lah yang mengajak Prabowo membentuk dan membangun Partai Gerindra dari nol.
Keinginannya membentuk partai politik karena sepanjang karirnya sebagai dosen, aktivis pangan hingga direktur jenderal (dirjen) di Kementerian Kehutanan, lelaki kelahiran Klaten, 13 Agustus 1952, selalu melihat kondisi lingkungan dan petani Indonesia selalu bernasib jelek.
Maka dia berpikir perlu ada perubahan sistem ekonomi yang berpihak kepada lingkungan dan petani. Namun saat menjadi Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial di Departemen Kehutanan dan Perkebunan Republik Indonesia kini menjadi Kementerian Kehutanan usulan itu selalu dimentahkan oleh keputusan politik.
Akibatnya setelah berhenti dari jabatan eselon 1 itu dia mencobanya melalui organisasi massa (Ormas) sehingga bergabunglah dia dan aktif di Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI).
Aktif di ormas pangan itu membawanya menjadi staf ahli Dewan Ketahanan Pangan Nasional di Kementerian Pertanian periode 2002 – 2008. Namun pengalamannya di HKTI dan Dewan Ketahanan Pangan Nasional justru membuat dia frustasi.
Maka, awal 2007, Suhardi mulai mengajak sejumlah rekannya di HKTI membangun sebuah partai politik baru. Saat itu, Ketua Umum HKTI, Prabowo Subianto masih tercatat sebagai anggota Partai Golkar, namun dia bersedia membantu dosen Fakultas Kehutanan UGM itu memperjuangkan ketahanan pangan melalui Partai Petani dan Nelayan.
Namun, menjelang verifikasi partai peserta Pemilu 2009, Prabowo mengusulkan nama partai diganti. Akhirnya partai impian Suhardi itu berganti nama menjadi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).
Sebagai penggagas Suhardi ditunjuk sebagai ketua umum dan Gerindra pun lolos sebagai peserta Pemilu 2009.
Sejak itu, dia keluar dari pegawai negeri sipil (PNS) yang sudah mengantarnya menjadi pejabat eselon I.