MATA INDONESIA, JAKARTA – PT Pertamina (Persero) membukukan rugi bersih senilai 767,92 juta dolar AS atau setara Rp 11,2 triliun pada semester I 2020 (asumsi kurs Rp 14.500 per dolar AS).
Rugi tersebut berbanding terbalik dengan pencapaian semester I 2019. Kala itu, perusahaan minyak negara ini mencatatkan keuntungan bersih sebesar 659,96 juta dolar AS atau setara Rp 9,6 trilun.
Menukil dari situs resmi Pertamina, berikut sejumlah biang kerok meruginya Pertamina pada 6 bulan pertama 2020 :
1. Penurunan Konsumsi BBM di Dalam Negeri
Hingga Juni 2020 jumlah konsumsi BBM di dalam negeri hanya mencapai 117 ribu kilo liter per hari atau menurun 13 persen dibandingkan periode yang sama di tahun 2019 sebesar 135 ribu kilo liter per hari.
Bahkan selama PSBB, jumlah konsumsi BBM di beberapa kota di Indonesia menurun hingga 50-60 persen.
2. Penjualan Minyak Dalam Negeri
Menurut laporan yang tertera dalam situs resmi Pertamina, dijelaskan bahwa berkurangnya laba Pertamina dikarenakan menurunnya pendapatan usaha yang sebelumnya 25,55 miliar dolar AS menjadi 20,48 miliar dolar AS.
Penurunan pendapatan usaha ini disebabkan oleh penjualan minyak dalam negeri yakni minyak mentah, gas bumi, energi panas bumi, dan produksi minyak mengalami penurunan menjadi 20,91 persen atau senilai 16,56 miliar dolar AS.
3. Beban Operasional Perusahaan Meningkat
Beban operasional perusahaan minyak ini juga ikut melonjak. Hal tersebut menjadi salah satu sebab meruginya Pertamina.
Sebelumnya beban operasional perusahaan ialah 803,7 juta dolar AS menjadi USD 960,98 juta dolar AS. Namun, beban pokok penjualan dan beban langsung lainnya turun dari 21,98 miliar dolar AS menuju 18,87 miliar dolar AS.
4. Beban Produksi dan Lifting yang Meningkat
Selain itu, kerugian Pertamina ikut disebabkan oleh adanya peningkatan beban produksi dan lifting dari yang semula 2,38 miliar dolar AS menjadi 2,43 miliar dolar AS.
5. Rugi Selisih Kurs
Kerugian lainnya disebabkan oleh adanya selisih kurs sebesar 211,83 juta dolar AS. Jumlah tersebut meningkat hampir tiga kali lipat pada periode di tahun 2019 yang hanya mencapai selisih 64,59 juta dolar AS.
VP Komunikasi Perusahaan Pertamina Fajriyah Usman beralasan bahwa pihaknya sepanjang semester I tahun 2020, Pertamina menghadapi triple shock. Mulai dari penurunan harga minyak mentah dunia, penurunan konsumsi BBM dalam negeri, serta pergerakan nilai tukar dolar sehingga berdampak signifikan pada selisih kurs.
6. Laba Kotor Merosot
Meskipun beban pokok penjualan dan beban lainnya menurun, namun hal ini tak membuat laba kotor Pertamina meningkat. Sebaliknya, laba kotor Pertamina malah merosot 55,05 persen menjadi 1,60 miliar dolar AS.