Home News Ini Alasan Pembangunan Jembatan Lengkung LRT Tak Pakai Arsitek Asing

Ini Alasan Pembangunan Jembatan Lengkung LRT Tak Pakai Arsitek Asing

0
333
Menteri Riset dan Teknologi sekaligus Kepala Badan Riset Inovasi Nasional, Bambang Brodjonegoro. (Foto: Minews.id/Fatimah)

MATA INDONESIA, JAKARTA – Proyek LRT Jabodebek diprediksi bakal kelar dan beroperasi secara penuh pada tahun 2021 nanti. Sementara pengerjaan konstruksi jembatan lengkung (long span) di daerah Kuningan sudah tersambung.

Menteri Riset dan Teknologi sekaligus Kepala Badan Riset Inovasi Nasional Bambang Brodjonegoro menilai pembangunan jembatan lengkung ini, bukan perkara mudah.

“Bukan hal yang sepele karena di atas bentangnya itu akan dilalui kereta. Fungsinya beda dengan mobil. Soalnya kereta tak bisa mentolerir goncangan yang lebih besar,” ujarnya dalam konferensi pers di gedung BPPT, Senin 6 Januari 2019.

Kata Bambang, jembatan yang memiliki panjang 148 meter ini sudah dicek keamanan dan kelayakannya oleh oleh Komite Keamanan Jembatan dari PU dan supervisor dari Jepang.

Selanjutnya soal alasan pemerintah tak menggunakan arsitek dari luar karena dana operasionalnya (cost) lebih mahal.

“Memang secara konsep tidak (mahal). Tapi kalau melihat kondisi di lapangan, di mana perempatan Kuningan ini memiliki struktur yang ramai karena diapit oleh jalan tol, under pass dan juga fly over. Maka kalau memakai desainer dari luar, tentu lebih mahal,” katanya.

Seperti diketahui, yang menjadi otak dari proyek jembatan lengkung ini adalah Arvila Delitriana, yang merupakan insinyur dari Intitut Teknologi Bandung.

Wanita yang karib disapa Dina ini mengatakan, pembangunan jembatan ini dinilai sebagai salah satu titik tersulit oleh PT Adhi karya selaku pelaksana proyek.

“Karena memang yang lengkung itu tantangannya memang lebih besar,” ujarnya.

Kata Dina, yang paling penting konstruksi jembatan itu sudah aman secara struktur dan available bagi jembatan LRT.

“Pembangunannya tak bisa asal-asalan, perlu perhitungan yang sangat ketat dan di Indonesia belum ada aturannya. Maka, kita pakai peraturan dari Jepang dan Prancis,” katanya.

Dina juga mengatakan, selama pembangunan proyek yang memakan waktu 700 hari ini, ada saja kendala yang ditemukan. Namun bisa diselesaikan dengan baik.

“Terutama pada pilar T-205 di daerah Kuningan, panjang kakinya lebih tinggi dibanding T-203 di MT Haryono Cawang,” ujarnya.

Dina pun berharap agar setelah proyek LRT ini selesai, maka harus dilakukan uji layak fungsi.

“Dari situ akan kelihatan apakah yang kmi desain sudah sesuai harapan atau belum?,” katanya.