MATA INDONESIA, JAKARTA – Pasien positif virus corona berisiko lebih tinggi terkena penyakit mental, demikian dikatakan seorang psikiater setelah sebuah penelitian besar menemukan satu dari lima pasien terinfeksi virus corona mengalami gangguan kejiwaan.
Kecemasan, depresi, dan insomnia adalah sederet gangguan yang paling umum di alami para pasien positif virus coronda. Para peniliti dari Universitas Oxford Inggris juga menemukan risiko demensia yang jauh lebih tinggi, yakni suatu kondisi gangguan otak.
“Orang-orang khawatir bahwa orang yang selamat dari COVID-19 akan memiliki risiko lebih besar terhadap masalah kesehatan mental, dan temuan kami, menunjukkan kemungkinannya,” kata Profesor Psikiatri di Universitas Oxford, Paul Harrison, melansir Reuters, Rabu, 11 November 2020.
Menurutnya, para dokter dan ilmuwan di seluruh dunia perlu menyelidiki penyebab dan mengidentifikasi perawatan baru untuk penyakit mental setelah COVID-19.
“Pelayanan (kesehatan) harus siap memberikan perawatan, terutama setelah hasil penelitian kami yang cenderung diremehkan (jumlah pasien psikiatri),” sambungnya.
Studi yang diterbitkan dalam jurnal The Lancet Psychiatry, menganalisis catatan kesehatan elektronik dari 69 juta orang di Amerika Serikat, termasuk lebih dari 62 ribu kasus COVID-19. Ini merupakan penelitian terbesar mengenai hubungan virus corona dengan kesehatan mental.
Dalam tiga bulan usai dinyatakan positif COVID-19, 1 dari 5 orang yang selamat tercatat memiliki diagnosis kecemasan, depresi, atau insomnia untuk pertama kali. Jumlah ini dua kali lipat lebih banyak dibandingkan pasien dengan penyakit lain dalam periode yang sama.
“Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh kombinasi stress psikologis yang terkait dengan pandemi khusus dan efek fisik dari penyakit tersebut,” kata Konsultan Psikiater di University College London, Michael Bloomfield.
Sementara Simon Wessely, seorang Profesor Psikiatri Regius di King’s College London mengatakan temuannya, mereka yang memiliki gangguan kesehatan mental juga berisiko lebih tinggi terkena COVID-19.
“Covid-19 memengaruhi sistem saraf pusat, dan dengan demikian dapat secara langsung meningkatkan gangguan selanjutnya. Tetapi penelitian ini menegaskan itu bukan cerita keseluruhan, dan bahwa risiko ini meningkat karena penyakit sebelumnya,” ucap Simon.