MATA INDONESIA, PYONGYANG – Media Korea Utara mengklaim anak-anak yatim piatu berusia belasan tahun melakukan pekerjaan fisik secara sukarela di berbagai tambang dan ladang milik pemerintah.
Kelompok Hak Asasi Manusia (HAM) sudah lama menuduh Korea Utara memanfaatkan anak-anak menjadi tenaga kerja paksa, namun Korea Utara menyangkal.
Februari lalu, BBC melaporkan terkait tuduhan beberapa anak-anak generasi tahanan perang Korea Selatan. Mereka menjadi budak di sektor pertambangan batu bara agar menghasilkan uang untuk rezim Korut sekaligus mendanai program senjata.
Sejumlah pembelot Korea Utara mengatakan kondisi di tambang-tambang itu sangat parah. Melalui waktu bekerja yang panjang, berulang kali terjadi kecelakaan fatal dan makanan yang didapat pun sedikit.
Lalu, yang menjadi pertanyaan adalah mengapa Korea Utara mencari tenaga kerja cuma-cuma untuk tambang, ladang, dan pabrik? Sebenarnya, ini merupakan masa-masa sulit di Korea Utara setelah Kim Jong-Un menutup perbatasan dari negara Cina.
Supaya ekonomi tetap berjalan caranya ialah dengan meningkatkan produksi yang memerlukan sumber tenaga kerja baru secara cuma-cuma.
Sukarelawan muda ini dipuji atas kebijaksanaan dan keberaniannya, tak hanya mendapat tenaga kerja gratis, namun juga sosok panutan Partai Komunis yang diidolakan atas pengorbanan mereka.
Kim Jong-Un tidak ingin rakyatnya mengetahui tentang nasib orang lain yang bernasib baik saat masa sulit tiba. Ketika bulan April lalu datang, Kim Jong-Un mengingatkan rakyatnya agar bersiap dalam menghadapi masa sulit.
Melansir dari BBC News, KCNA melaporkan sebanyak 700 anak-anak yatim piatu secara sukarela bekerja di pabrik, tambang, dan ladang. Puluhan anak-anak itu bergegas ke komplek tambang batu bara Chonnae untuk memenuhi janji mereka dalam membayar sepersekian juta cinta kepada partai.
Laporan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat menanggapi HAM 2020 bahwa Korut telah mempraktikkan tenaga kerja anak dalam wujud terburuk.
Pada laporan itu, para pejabat Korut sering mengirim anak-anak sekolah untuk membantu menyelesaikan proyek khusus seperti menyingkirkan salju di jalan-jalan utama.
Dalam laporan tersebut ada penjelasan soal anak-anak berusia 16 atau 17 tahun yang terdaftar ke brigade konstruksi. Setiap hari mereka mendapat pelatihan militer selama 10 tahun. Mereka juga menderita karena cedera fisik dan psikologis, kekurangan gizi, keletihan, dan pertumbuhan yang lambat akibat kerja paksa.
Namun, Korea Utara terus membantah tudingan itu. Hingga di awal bulan Mei lalu, Korut menuduh Presiden AS, Joe Biden menjalankan kebijakan bermusuhan terhadap mereka yang berurusan dengan Pyongyang dan program nuklirnya.
Reporter: Annisaa Rahmah