MATA INDONESIA, JAKARTA-Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo keberatan divonis lima tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
Pihaknya mengajukan banding atas putusan Pengadilan Tipikor Jakarta terkait perkara dugaan suap pengurusan izin ekspor benih bening lobster atau benur.
Dalam putusannya Edhy divonis 5 tahun pidana penjara dan denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan serta pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti Rp 9.687.447.219 dan uang sejumlah USD 77.000 subsider pidana badan selama dua tahun serta pencabutan hak politik selama tiga tahun setelah selesai menjalani pidana pokok.
“Banding sudah diajukan kemarin, Kamis, 22 Juli 2021,” kata Soesilo Aribowo, kuasa hukum Edhy, Jumat 23 Juli 2021.
Soesilo mengatakan alasan mengajukan banding. Soesilo meyakini kliennya tidak bersalah. Kalaupun perkara Edhy dipaksakan lebih tepat dikenakan Pasal 11 UU Tipikor.
Pasal 11 UU Tipikor menyatakan, “Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta, pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya”.
Sementara, Edhy Prabowo diketahui divonis melanggar Pasal 12 huruf a UU Tipikor yang menyebutkan, “Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar, pegawai negeri atau penyelenggaran negara yang menerima hadiah atau janji,
Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya”.