Disiplin Bersiaga, PLN Pulihkan Seluruh Gardu Distribusi yang Terdampak Banjir di Jabar

Baca Juga

MATA INDONESIA, BEKASI – Banjir yang melanda Jawa Barat (Jabar) telah menyebabkan tanggul jebol di Sungai Citarum, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat sehingga berdampak pada aliran listrik yang padam karena gardu distribusi PLN tergganggu.

“Alhamdulilah puji syukur, kita berhasil memulihkan seluruh gardu distribusi yang terdampak banjir di Jabar,” kata General Manager PLN Unit Induk Distribusi Jawa Barat Agung Nugraha, Minggu 28 Februari 2021.

Ia menyatakan bahwa kedua gardu terakhir yang berhasil dipulihkan hari ini terletak di Kabupaten Bekasi sehingga PLN perlu memprioritaskan keselamatan masyarakat dengan menunggu tanggul berhasil diperbaiki. Ketika sudah aman dari banjir maka kedua gardu bisa kembali beroperasi.

Hal ini tidak lepas dari kondisi tanggul sungai Citarum di Desa Sumberurip, Kabupaten Bekasi yang jebol dan menghambat dua unit gardu distribusi.

“Dikarenakan saat ini masih musim hujan, PLN tetap menyiagakan petugas untuk terus memantau wilayah-wilayah yang berpotensi guna mengantisipasi apabila terjadi banjir kembali, selain itu PLN juga memberikan kemudahan bagi pelanggan untuk saat ini,” kata Agung.

Selain itu, ia juga mengapresiasi seluruh petugas PLN yang terus bersiaga dalam mengamankan masyarakat yang dilanda banjir. Tercatat, PLN telah menyiagakan sebanyak 3.799 personel.

PLN juga mengimbay kepada masyarakat agar selalu waspada terhadap bahaya kelistrikan ketika musim hujan dan terjadi banjir. Jika air mulai masuk ke rumah, warga bisa secara mandiri mematikan listrik dari Mini Circuit Breaker (MCB) pada kWh meter.

“Untuk mengetahui informasi terkini atau menyampaikan aduan terkait kelistrikan serta mengetahui tagihan rekening listrik, masyarakat dapat mengaksesnya melalui aplikasi PLN Mobile,” kata Agung.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Menuju Kemandirian: Indonesia Kian Dekat Wujudkan Swasembada Pangan Nasional

Oleh: Sirajudin Ahmad *) Indonesia memasuki fase penting dalam perjalanan panjang menuju swasembadapangan nasional. Pendorong utamanya adalah kombinasi faktor yang selamabertahun-tahun menjadi tantangan terbesar sektor pertanian: peningkatanproduktivitas, stabilitas stok, efisiensi kebijakan, dan keberhasilan intervensipemerintah di titik-titik paling krusial dalam rantai produksi. Tahun 2025 menjadimomentum ketika kerja berlapis dari pemerintah pusat dan daerah mulaimenunjukkan arah yang semakin terukur. Untuk pertama kalinya sejak Indonesia merdeka, stok beras pemerintah mampu bertahan pada kisaran 3,8 juta ton, danseluruhnya berasal dari produksi petani dalam negeri. Kondisi ini memperlihatkanbahwa agenda besar pemerintah dalam memperkuat kedaulatan pangan telahbergerak dari sekadar visi menuju capaian nyata yang dirasakan publik. Optimisme pemerintah terlihat jelas dari pernyataan Menteri Pertanian Andi AmranSulaiman yang menilai bahwa Indonesia sudah sangat dekat untuk mengumumkanstatus swasembada pangan. Amran tidak menyampaikan hal itu dalam ruangspekulatif, melainkan berdasarkan data teknis yang menunjukkan lonjakan produksipadi nasional sepanjang 2025. Perhitungan Kerangka Sampel Area BPS memperkirakan potensi gabah kering giling mencapai lebih dari 60 juta ton, meningkat lebih dari 13 persen dibanding tahun sebelumnya. Peningkatan tajam initerjadi terutama pada musim tanam awal tahun ketika sentra-sentra utama di Jawa, Sumatra, dan beberapa daerah lain melaporkan produktivitas jauh di atas rata-rata. Informasi teknis tersebut menjadi landasan kuat bagi pemerintah untukmenyimpulkan bahwa Indonesia tengah bergerak dari ketergantungan jangkapanjang pada impor beras menuju fase kemandirian produksi. Di sisi tata kelola stok, Direktur Utama Perum Bulog Ahmad Rizal Ramdhani menilai cadangan pemerintah yang mendekati empat juta ton merupakan fondasi paling penting bagi deklarasi swasembada yang ditargetkan akhir 2025. Ia melihat bahwakapasitas ini memberi jaminan stabilitas pasokan bagi publik, sekaligus menegaskanbahwa kebijakan Presiden Prabowo Subianto untuk menghentikan impor beras dapatdilaksanakan tanpa menimbulkan risiko kekurangan. Dengan cadangan sekuat itu, pemerintah memiliki ruang cukup untuk menjaga stabilitas harga melalui operasipasar, menahan gejolak akibat perubahan musim, dan memperkuat distribusi kewilayah yang selama ini paling rentan terhadap fluktuasi pasokan. Stok yang mampubertahan meski program bantuan pangan terus berjalan menandakan efektivitasintervensi pemerintah dalam menjaga keseimbangan antara produksi, konsumsi, danstabilitas pasar. Produksi beras nasional juga menunjukkan tren yang sejalan dengan target swasembada. Deputi Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, memproyeksikan produksi beras 2025 mencapai hampir 35 juta ton, meningkat lebihdari 13 persen dari tahun lalu. Data ini memperjelas bahwa kenaikan stok bukansekadar hasil penyerapan yang agresif, tetapi benar-benar mencerminkanpeningkatan di hulu. Faktor-faktor penentu seperti perbaikan irigasi, distribusi pupukyang lebih tepat sasaran, penambahan alat dan mesin pertanian, serta percepatanpembukaan lahan baru terbukti memberi dampak langsung terhadap produktivitaspetani. Keberhasilan ini menunjukkan bahwa instrumen kebijakan pemerintahbekerja secara simultan: memperkuat sisi produksi, meminimalkan potensikebocoran, dan memastikan ongkos produksi lebih efisien bagi petani. Meskipun capaian ini memberikan harapan besar, sejumlah pengamat mengingatkanbahwa swasembada pangan tidak hanya ditentukan oleh tingginya angka produksi. Stabilitas harga, kelancaran distribusi, dan ketahanan pangan di wilayah 3T tetapmenjadi faktor penting yang menentukan apakah status swasembada benar-benardirasakan masyarakat. Selain itu, ketergantungan pada impor beberapa bahan bakupertanian serta potensi gangguan iklim ekstrem tetap menjadi tantangan strukturalyang perlu dikelola serius. Namun, pemerintah tampak memahami bahwapencapaian swasembada bukanlah garis akhir, melainkan titik awal untukmemperkuat kemampuan bertahan dalam jangka panjang. Karena itu, penguatanlogistik pangan, modernisasi irigasi, dan pembentukan cadangan pangan daerahmenjadi agenda lanjutan yang terus ditekankan dalam berbagai rapat koordinasi. Pemerintah juga menunjukkan pemahaman bahwa produksi yang tinggi tidak akanmemberikan dampak optimal tanpa tata niaga yang sehat. Upaya digitalisasipertanian, penerapan subsidi pupuk yang lebih transparan, serta penggunaanperangkat prediksi cuaca dan pola tanam menjadi strategi untuk memastikan bahwaproduktivitas petani dapat dipertahankan secara konsisten. Selain itu, kolaborasiantara pemerintah pusat dan daerah semakin kuat, terutama dalam memetakansentra-sentra produksi yang dapat menjadi tumpuan tambahan ketika terjadipenurunan produksi di wilayah tertentu. Daerah seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, Aceh, dan Sumatera Selatan menjadi contoh bagaimanapenguatan infrastruktur pertanian dapat mengubah struktur produksi nasional secarasignifikan. Jika tren seperti ini berlanjut, Indonesia bukan hanya akan mengurangiketergantungan pada impor, tetapi juga memiliki kemampuan menjadi pemain yang lebih kuat dalam menjaga stabilitas harga pangan nasional. Lebih jauh, keberhasilanini memberi kepercayaan diri bahwa transformasi sistem pangan menujukemandirian bukanlah sesuatu yang utopis. Pemerintah menunjukkan bahwa dengankebijakan yang terarah, intervensi tepat sasaran, dan pemanfaatan teknologi yang progresif, Indonesia mampu mengubah struktur ketergantungan historis menjadipondasi kedaulatan pangan yang lebih kokoh. *) Pengamat Pertanian/Pegiat Tani Desa Maju
- Advertisement -

Baca berita yang ini