Di Papua Nugini, Covid-19 Selalu Dikaitkan dengan Sihir

Baca Juga

MATA INDONESIA, PORT MORESBY – Sanguma merupakan kata lokal di Papua Nugini (PNG) yang merujuk pada ilmu gaib. Di negara yang lokasinya ada di Pulau Papua ini, ilmu gaib menjadi hal yang biasa dan tradisi turun temurun.

Akibatnya, masalah Covid-19 pun tak jauh dari ilmu gaib. Sehingga ketika seseorang terkena Covid-19, maka ia harus sembuh oleh ilmu gaib. Tak heran, tingkat penyebaran penyakit ini sangat cepat dibandingkan negara-negara di sekitarnya, termasuk Indonesia.

Pemerintah pun tak mau gegabah mengantisipasi masalah ini. Akses perbatasan pun ditutup. Hal ini untuk mencegah supaya penyebaran penyakit ini tidak merembet ke Indonesia.

Direktur Care Internasional dan juga sebuah Badan Amal Pembangunan di Papua Nugini, Justin McMahon menjelaskan sulitnya menjelaskan soal penyakit ini kepada masyarakat. Ia menceritakan bagaimana beberapa minggu yang lalu, seorang petugas kesehatan di fasilitas pedesaan meninggal karena Covid. Bukannya disembuhkan, istri dan anaknya pun malah diobati dengan ilmu gaib.

Tak heran, vaksinasi pun gagal dilakukan pemerintah Papua Nugini terhadap warganya.  Seorang Direktur Program Kepulaian Pasifik di Lowi Institute yang juga sebuah lembaga kajian berbasid di Sydney, Jonathan Pryke mengeluhkan peran pemerintah PNG dalam mengantisipasi pandemi Covid-19.

Hoax

Pryke juga mengeluhkan informasi yang menyesatkan soal Covid-19 ini yang beredar di sosial media.

Menurut pusat sumber data virus Corona Universitas John Hopkins AS, hanya ada 11.000 kasus dengan 107 kematian akibat Covid-19 di Papua Nugini. Namun para ahli berpengalaman meragukan data tersebut. Karena rendahnya tingkat pengujian di PNG. Selain itu banyak sekali pasien yang terinfeksi namun tidak mendapatkan perawatan secara medis dan ratusan orang mati dengan alasan tidak jelas.

”Satu-satunya hal yang benar adalah warga Papua Nugini rata-rata anak-anak muda dan berbadan sehat. Jadi saat orang terkena virus, mereka akan cepat pulih karena daya tahan tubuhnya sudah terbentuk,” kata Pryke.

Justin McMahon menyarankan kelompok intelektual dan kelas menengah ke atas untuk membantu penyebaran informasi yang baik dan benar soal Covid-19.

Hanya Ada 5.000 Tenaga Medis

Seorang Direktur Institur for Medical Research di Papua Nugini, Profesor William Pomat, mengalami nyeri dada, masalah pernapasan, dan kepanikan. Dia mengenali hal tersebut sebagai tanda-tanda infeksi Covid-19. Ia kemudian melakukan isolasi mandiri selama 14 hari. Makan makanan yang sehat, berolahraga dan tidur yang cukup. Pomat sembuh setelah melewati masa itu.

Pomat sadar ia tak bisa tergantung kepada tim medis. Hal ini karena di Papua Nugini jumlah tenaga kesehatan hanya ada 5000 orang. Selain itu, para tenaga kesehatan ini tidak hanya sekadar membantu penanganan Covid-19, mereka juga harus mengatasi ratusan penyakit menular yang cukup berbahaya. Mulai dari HIV, TBC hingga Malaria.

Peralatan kesehatan pun tidak memadai. Tak ada pelindung pakaian maupun obat-obatan yang memadai. Akibatnya, ketika seseorang kelas menengah terkena Covid-19, mereka memutuskan untuk menyembuhkan sendiri daripada datang ke rumah sakit.

Indonesia Perketat Perbatasan

Kasus Covid-19 di Papua Nugini mengalami pelonjakan sejak Januari 2021. Banyak warga Papua Nugini yang memilih menyeberang ke Papua dengan harapan mendapat fasilitas kesehatan yang memadai. Pemerintah Papua pun sudah menutup rapat-rapat pintu perbatasan. Hal ini bukan karena tidak mau menampung warga Papua Nugini, namun karena rata-rata mereka pembawa penyakit.

Pemerintah Papua pun untuk sementara melarang warga Papua untuk mendatangi Papua Nugini.

Akibatnya Pemerintah Provinsi Papua menutup perbatasan Indonesia – Papua Nugini untuk sementara waktu, atas seruan Menteri Kesehatan Indonesia, Budi Gunaidi Sadikin. Budi mewaspadai lonjakan kasus Covid-19 di Papua Nugini dengan memeprtingatkan agar masyarakat Papua tidak sering menyeberang ke Papua Nugini.

”Perbatasan RI-PNG kini sudah kami tutup, namun pasti ada yang menyeberang. Sehingga untuk sementara waktu  warga ini tak boleh keluar rumah dan tinggal di tempatnya masing-masing,” kata Wakil Gubernur (Wagub) Papua, Klemen Tinal.

Tak hanya jalur perbatasan saja, melainkan jalur-jalur informal yang menjadi akses perbatasan antara Indonesia – Papua Nugini juga ketat untuk menghindari penyebaran Covid-19.

Walaupun saat ini belum ada pagar pembatas maupun pos linatas batas pada jalur-jalur informal itu. Namun Suzana Wanggai, seorang Kepala Badan Perbatasan dan Kerja Sama Luar Negeri (BPKLN) Provinsi Papua, mengatakan akan membangun pagar dan pps lintas batas di perbatasan agar warga yang keluar masuk dapat terpantau dengan baik.

Reporter : Indah Suci Raudlah

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Perjuangkan Kesejahteraan Buruh dan Petani, Dani Eko Wiyono Siap Maju Calon Bupati Sleman Melalui Jalur Independen

Mata Indonesia, Sleman - Alumni aktivis 98 sekaligus aktivis yang selalu menyuarakan aspirasi buruh/pekerja Daerah Istimewa Yogyakarta, Dani Eko Wiyono ST. MT ini bertekad maju bakal calon bupati Sleman dalam Pilkada Sleman nanti. Dani menilai, hingga saat ini, mayoritas kehidupan buruh masih sangat jauh dari kata sejahtera. Buruh masih dianggap hanya sebagai tulang punggung ekonomi bangsa tanpa diperjuangkan nasib hidupnya.
- Advertisement -

Baca berita yang ini