MATA INDONESIA, TIJUANA – Daerah perbatasan Meksiko-Amerika Serikat (AS) kini dipadati oleh pengungsi asal Ukraina. Sekitar ratusan warga Ukraina yang melarikan diri akibat invasi Rusia kini berkemah di kota perbatasan Tijuana.
Mereka berharap mendapatkan suaka AS. Dan angka pengungsi asal Ukraina melonjak hanya beberapa hari setelah Presiden Joe Biden mengumumkan bahwa AS siap menerima hingga 100 ribu warga Ukraina yang melarikan diri dari perang.
Sebagaimana diketahui, jutaan warga Ukraina telah meninggalkan negara asal mereka, sebagian memilih untuk mengungsi di beberapa negara tetangga – bahkan Rusia, dan lainnya memilih terbang ke perbatasan Meksiko-AS dengan harapan pejabat berwenang mengizinkan mereka masuk ke Negeri Paman Sam.
Relawan AS dengan rompi neon – beberapa warga Ukraina-Amerika yang melakukan perjalanan ke Tijuana setelah mendengar tentang para pengungsi yang tiba – sedang mengumpulkan nama-nama di daftar tunggu tulisan tangan untuk melacak kedatangan.
“Sementara sekitar 600 warga Ukraina berkemah di dekat pintu masuk perbatasan, sekitar 500 lainnya tinggal di hotel-hotel di kota itu,” kata Enrique Lucero, Direktur Urusan Migrasi Tijuana, mengutip daftar yang disimpan oleh para sukarelawan.
“Sekitar 40 persen penduduknya adalah anak-anak,” tambahnya, melansir Reuters.
Lucero mengatakan sekitar 100 warga Ukraina diizinkan menyeberang ke AS setiap hari. Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS mengatakan data jumlah warga Ukraina yang memasuki AS pada Maret akan tersedia dalam beberapa pekan mendatang.
Menanggapi eksodus – krisis pengungsi terbesar di Eropa sejak Perang Dunia Kedua, Presiden Joe Biden pekan lalu berjanji untuk menerima sekitar 100 ribu warga Ukraina ke Amerika Serikat melalui berbagai jalur hukum.
Tetapi beberapa keluarga yang putus asa terpaksa melakukan perjalanan melalui serangkaian negara ke perbatasan selatan, setelah visa AS mereka ditolak atau disuruh menunggu di kedutaan AS di luar negeri.
Rata-rata, warga Ukraina diminta untuk menunggu sekitar satu hari sejak mereka dimasukkan ke dalam daftar yang disusun oleh para sukarelawan sampai mereka dapat menyeberang ke Amerika Serikat, kata Julia Neusner, pengacara dari kelompok advokasi nirlaba Human Rights First yang berbasis di New York.