MATA INDONESIA, JAKARTA – Nilai tukar rupiah atas dolar AS ditutup menguat di akhir perdagangan Kamis, 9 Januari 2020. Mengutip data RTI Bussines, rupiah ditutup pada posisi Rp 13.850 per dolar AS atau menguat 0,31 persen.
Direktur Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan, penguatan rupiah ditopang oleh dua sentimen dari dalam negeri antara lain sebagai berikut.
Pertama, soal rilis data cadangan devisa (cadev). Kemarin, Bank Indonesia (BI) mengumumkan bahwa cadev Indonesia meningkat hingga 2,5 miliar doar AS pada Desember 2019 menjadi 129,18 miliar dolar AS, dari yang sebelumnya 126,63 miliar dolar AS pada November 2019.
“Posisi cadangan devisa pada bulan Desember merupakan yang tertinggi di sepanjang tahun 2019. Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 7,6 bulan impor atau 7,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor,†kata Ibrahim sore ini.
Kedua, soal rilis dari Mody’s Investors Service tentang surat utang Indonesia. Di tengah kondisi ekonomi global yang masih tak menentu, lembaga pemeringkat internasional ini memberi peringkat stabil (Baa2) untuk surat utang Indonesia.
“Prospek diberikan dalam laporan anyar Moody’s yang dirilis pada Januari 2020. Peringkat stabil menunjukkan kualitas surat utang Indonesia tidak mengalami perbaikan dari sebelumnya. Tidak pula mengalami kemerosotan,†ujarnya.
Sementara dari luar negeri, laju rupiah masih dibayangi oleh sejumlah sentimen di antaranya sebagai berikut.
Pertama, soal imbas dari roket dari Iran terhadap pangkalan udara AS di Irak sebagai tanggapan atas serangan udara AS yang menewaskan seorang jenderal top Iran minggu lalu. Menanggapi serangan ini, Trump mengatakan AS akan segera menjatuhkan sanksi ekonomi tambahan hukuman pada rezim Iran.Sanksi akan tetap berlaku sampai Iran mengubah perilakunya.
“Keputusan presiden untuk memilih sanksi daripada tanggapan militer membuat pasar kembai stabil,†kata Ibrahim.
Kedua, fokus pasar akan beralih kembali ke ekonomi global, dengan harapan bahwa Amerika Serikat dan China akan menandatangani kesepakatan perdagangan minggu depan yang memberikan dukungan mendasar untuk aset berisiko.
“Investor berpikir kesepakatan itu akan menghapus salah satu ketidakpastian terbesar dan membantu mendorong pertumbuhan global tahun ini, meskipun beberapa orang berpikir bahwa pandangan itu terlalu optimis,†ujarnya.
Ketiga, soal Brexit. Perdana Menteri Boris Johnson terus menekankan bahwa Inggris dapat meninggalkan Uni Eropa tanpa kesepakatan pada akhir tahun ini. Ia mengatakan kepada Ketua Komisi Eropa Ursula von der Leyen bahwa Inggris tidak akan memperpanjang transisinya keluar dari Uni Eropa setelah Desember 2020.