MATA INDONESIA, JAKARTA – Orang dengan kebiasaan fetish belum bisa disebut mengalami gangguan psikologi dan tidak bisa serta merta tergolong kelainan seksual.
Menurut psikolog Inez Kristanti kebiasaan itu tidak bermasalah jika pasangannya setuju melakukan fetish.
Secara singkat fetish biasanya merupakan dorongan seksual atau ketertarikan pada bagian tubuh manusia yang sifatnya non-genital seperti rambut, telapak kaki, ibu jari atau benda mati.
Seperti diungkapkan kepada Antara, Inez menyatakan kebiasaan tersebut akan menimbulkan masalah jika menimbulkan distress yang signifikan pada orang yang mengalami fetish, seperti memaksa orang lain melakukan fetish yang tidak diinginkannya.
Jika hal tersebut dilakukan terus menurus, menurut Inez, pelaku atau penyuka fetish harus mengkonsultasikan kondisi kejiwaannya kepada pakar kesehatan mental agar bisa segera ditolong.
Kondisi itu menurutnya biasa disebut dengan fetishistic disorder yang penyembuhannya membutuhkan diagnosis dari pakar kesehatan mental.
Sedangkan pakar psikologi klinis dewasa, Nirmala Ika menegaskan seseorang bisa disebut melakukan penyimpangan seksual jika melakukan fetish minimal selama enam bulan berturut-turut sehingga dia tidak bisa berfungsi baik dalam kehidupan sehari-hari.