Anak Kepala Suku Adat Papua mendukung Otsus Jilid II

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Beberapa anak Kepala Suku Adat berkumpul di Jakarta dan memberikan sikap soal kelanjutan Otonomi Khusus (Otsus) Jilid II. Anak-anak kepala suku ini berasal dari kabupaten Waimena. Mereka tergabung dalam Barisan Merah Putih Republik Indonesia (BMP RI).

Sekretaris Umum Barisan Merah Putih Republik Indonesia (BMP RI) Wamena, Wasabek Wantik Herman Helakombo merupakan anak kepala suku kabupaten Yalimo, Waimena sekaligus pendiri BMP Wamena. Kepada wartawan, Minggu 8 Agustus 2021, ia mengatakan mendukung sepenuhnya kebijakan Pemerintah melanjutkan Otsus Jilid II Papua dan mengimbau kepada seluruh lapisan masyarakat Papua dimanapun berada untuk ikut menjaga keamanan dan ketertiban tanah Papua.

Pria yang akrab disapa Usabek, 61 ini merupakan anak kepala suku kabupaten Yalimo, Waimena sekaligus pendiri BMP Wamena. ”Saya selaku sekretaris umum Barisan Merah Putih Papua mendukung sepenuhnya kebijakan Pemerintah melanjutkan Otsus Jilid II Papua dan menghimbau kepada seluruh lapisan masyarakat Papua dimanapun berada untuk ikut menjaga keamanan dan ketertiban tanah Papua,” ujar Usabek.

Hal senada juga disampaikan oleh anak kepala suku Kurulu Mabe, Waimena Uardek Wuka atau biasa disapa Uardek, 54. Sebagai anak kepala suku, Uardek juga mengajukan permohonan kepada Pemerintah Pusat untuk segera menetapkan pembentukan kabupaten Okika. Uardek menegaskan dukungan tidak semata-mata hanya datang dari dirinya semata tapi juga datang dari seluruh masyarakat Okika, Wamena.

Di dalam pelaksanaan Otsus Papua JIlid II, secara khusus Uardek meminta kepada pemerintah agar dilakukan pengawasan terhadap aliran dana dan pelaksanaan program pembangunan di Papua yang menggunakan dana Otsus. Pengawasan ini juga harus disertai dengan upaya penegakan hukum terhadap pejabat yang melakukan penyelewengan dana Otsus (korupsi).

Pelaksanaan Otsus terdahulu (Jilid I) diduga banyak terjadi penyelewengan anggaran, sebab sampai saat ini masyarakat yang tinggal di Wamena belum pernah tahu program-program pembangunan mana saja yang menggunakan dana Otsus, lantaran selama ini untuk kegiatan-kegiatan kampung lebih banyak menggunakan dana desa atau kampung, termasuk untuk penyelenggaraan vaksin Covid-19.

Tidak sampainya dana Otsus hingga kelapisan masyarakat bawah di Papua juga dipertegas oleh Thomas Ismail Hilapok, 56, tokoh agama Islam di Papua sekaligus kepala suku muslim Kimping, Wamena, Papua.

Ismail yang juga merupakan putra pejuang kemerdekaan NKRI asal Papua, Wulekelo Hilapo (alm) mewakili masyarakat muslim Papua, di Wamena bahkan meminta agar program yang ada didalam Otsus jilid II nantinya bisa benar-benar sampai ke lapisan masyarakat terbawah.

Terlebih dengan adanya rencana pemekaran kabupaten Okika di Wamena diharapkan pembangunan di Papua bisa dilaksanakan lebih cepat. Selama ini menurut Ismail masyarakat Papua yang tinggal di Okika dengan kehidupan masyarakatnya yang sebagian besar bertani dan beternak belum pernah merasakan manfaat dari Otsus.

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Judi Daring Ancam Ekonomi Keluarga: Saatnya Literasi dan Kolaborasi Jadi Senjata

Oleh: Ratna Soemirat* Fenomena judi daring (online) kini menjadi salah satu ancaman paling serius terhadap stabilitassosial dan ekonomi masyarakat Indonesia. Di tengah kemajuan teknologi digital yang membawakemudahan hidup, muncul sisi gelap yang perlahan menggerogoti ketahanan keluarga dan moral generasi muda. Dengan hanya bermodalkan ponsel pintar dan akses internet, siapa pun kini bisaterjerumus dalam praktik perjudian digital yang masif, sistematis, dan sulit diawasi. Pakar Ekonomi Syariah dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Satria Utama, menilai bahwa judi daring memiliki daya rusak yang jauh lebih besar dibandingkan bentukperjudian konvensional. Menurutnya, sasaran utama dari perjudian daring justru kelompokmasyarakat yang secara ekonomi tergolong rentan. Dampaknya langsung terlihat pada polakonsumsi rumah tangga yang mulai bergeser secara drastis. Banyak keluarga yang awalnyamampu mengatur pengeluaran dengan baik, kini harus kehilangan kendali keuangan karenasebagian besar pendapatan mereka dialihkan untuk memasang taruhan. Satria menjelaskan, dalam beberapa kasus, bahkan dana bantuan sosial (bansos) yang seharusnyadigunakan untuk kebutuhan pokok keluarga justru dihabiskan untuk berjudi. Hal ini, katanya, bukan lagi sekadar persoalan individu, melainkan ancaman nyata terhadap ketahanan ekonominasional. Ia menegaskan, ketika uang yang seharusnya digunakan untuk makan, biaya sekolahanak, atau keperluan kesehatan malah dipakai untuk berjudi, maka kerusakannya meluas hinggapada tingkat sosial yang lebih besar. Masalah ini juga diperparah dengan munculnya fenomena gali lubang tutup lubang melaluipinjaman online (pinjol). Banyak pelaku judi daring yang akhirnya terjebak utang karena tidakmampu menutup kerugian taruhan. Satria menilai bahwa bunga pinjol yang tinggi justrumemperparah keadaan dan menjerumuskan pelakunya ke dalam lingkaran utang yang sulitdiakhiri. Dalam banyak kasus, kondisi ini menyebabkan kehancuran rumah tangga, konflikkeluarga, hingga perceraian. Efek domino judi daring, katanya, sangat luas dan tidak hanyamerugikan pelakunya saja. Selain aspek ekonomi, Satria juga menyoroti persoalan perilaku konsumsi yang tidak rasional di kalangan masyarakat. Ia menilai bahwa budaya konsumtif yang tinggi membuat masyarakatlebih mudah tergoda dengan janji palsu “cepat kaya” yang ditawarkan oleh situs judi daring. Contohnya, jika seseorang rela mengeluarkan uang untuk rokok meski kebutuhan rumah tanggaterbengkalai, maka godaan berjudi dengan iming-iming hasil instan menjadi semakin kuat. Menurutnya, perubahan pola pikir masyarakat menjadi kunci utama untuk membentengi diri daribahaya ini. Lebih jauh, Satria menegaskan bahwa penanganan judi daring tidak cukup hanya denganpendekatan represif, seperti pemblokiran situs atau razia siber. Ia menilai langkah tersebutmemang penting, tetapi tidak akan menyelesaikan akar masalah tanpa adanya peningkatanliterasi ekonomi dan kesadaran digital masyarakat. “Permintaan terhadap judi daring itu besar, sehingga selama ada permintaan, pasokan akan terus bermunculan,” ujarnya dalam wawancara. Pemerintah, katanya, harus berani menyentuh aspek edukasi publik dengan memperkuat literasidigital, keuangan, dan moral agar masyarakat memiliki ketahanan terhadap jebakan dunia maya. Upaya memperkuat literasi digital dan kesadaran publik kini mulai mendapat perhatian dariberbagai pihak, termasuk dunia akademik. Salah satu contoh nyata datang dari UniversitasLampung (Unila) melalui inovasi bertajuk Gambling Activity Tracing Engine (GATE...
- Advertisement -

Baca berita yang ini