89 Orang Meninggal Dunia Akibat Penyakit Misterius

Baca Juga

MATA INDONESIA, FANGAK – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengerahkan satuan tugas respons cepat ke wilayah Sudan Selatan guna menyelidiki penyakit misterius yang telah menewaskan sedikitnya 89 jiwa.

Kementerian kesehatan di Sudan Selatan telah melaporkan penyakit yang menyebar cepat di kota utara Fangak, di negara bagian Jonglei, yang belum dapat diidentifikasi oleh para ilmuwan setempat.

Wilayah tersebut belum lama ini dilanda banjir parah – dengan pejabat kesehatan ditugaskan mengumpulkan sampel untuk membantu mengidentifikasi penyakit mematikan itu.

Pejabat kesehatan di daerah Fangak mengatakan bahwa sampel awal dari orang sakit menunjukkan hasil negatif untuk kolera.

Sementara itu, Sheila Baya, juru bicara WHO mengatakan, tim ilmuwan harus mencapai Fangak dengan menggunakan helikopter karena wilayah tersebut dilanda banjir.

Ia menambahkan, rombongan sedang menunggu transportasi untuk memulangkan mereka ke ibu kota, Juba, pada Rabu (15/12).

“Kami memutuskan untuk mengirim tim respons cepat untuk pergi dan melakukan penilaian dan investigasi risiko,” kata Sheila Baya, melansir New York Post, Rabu, 15 Desember 2021.

“Saat itulah mereka akan dapat mengumpulkan sampel dari orang yang sakit – tetapi untuk sementara angka yang kami dapatkan adalah ada 89 kematian,” sambungnya.

Menteri Pertanahan, Lam Tungwar Kueigwong, mengatakan banjir parah telah meningkatkan penyebaran penyakit seperti malaria dan menyebabkan kekurangan gizi pada anak-anak karena minimnya stok makanan di seluruh negara bagian utara.

“Minyak dari ladang di wilayah itu telah mencemari air yang menyebabkan kematian hewan peliharaan,” kata Menhan, Lam Tungwar Kuegwong.

Sudan Selatan menghadapi krisis kemanusiaan bencana ketika banjir ekstrem melanda negara itu untuk tahun ketiga berturut-turut.

Badan-badan kemanusiaan memperingatkan bahwa situasinya berpotensi menyebabkan wabah penyakit yang ditularkan melalui air dan malaria, serta kerawanan pangan dan kekurangan gizi.

Banjir telah memutus akses masyarakat untuk mengakses pasokan makanan dan komoditas vital lainnya, karena lebih dari 700.000 orang telah terkena dampak banjir terburuk selama hampir 60 tahun.

Hampir satu dekade setelah Sudan Selatan memperoleh kemerdekaan setelah perang, ia menghadapi ancaman konflik, perubahan iklim dan COVID-19, kata kepala misi PBB di negara itu pada Maret.

Hampir semua penduduk bergantung pada bantuan pangan internasional, dan sebagian besar layanan dasar seperti kesehatan dan pendidikan disediakan oleh badan-badan PBB dan kelompok-kelompok bantuan.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Apresiasi Profesionalitas Aparat dan Partisipasi Masyarakat Sukseskan Pilkada Papua Damai

Jayapura – Kapolda Papua, Irjen Patrige R Renwarin menyampaikan jajarannya sedang dalam proses menunggu rekomendasi dari Badan Pengawas Pemilu...
- Advertisement -

Baca berita yang ini