MATA INDONESIA, ARICA – Arica adalah kota yang dibangun pada abad ke-16 di atas bukit pasir di gurun terkering di dunia, Gurun Atacama. Dulunya, Arica pernah dihuni oleh orang-orang Chinchorro.
Bulan Juli 2021 lalu, budaya orang-orang Chinchorro ini menjadi sorotan publik lantaran mereka terbiasa memumikan orang-orang yang sudah meninggal dengan tujuan mengenang. Di bulan inilah, UNESCO memasukkan ratusan mumi yang diawetkan orang-orang Chinchorro ke dalam Daftar Warisan Dunia.
Max Uhle, seorang arkeolog asal Jerman, menemukan sejumlah mumi di pantai dan segera mendokumentasikannya. Usia mumi-mumi tersebut diketahui melalui penanggalan radiokarbon, dan telah diidentifikasi berusia lebih dari 7.000 tahun, 2.000 tahun lebih tua daripada mumi-mumi di Mesir kuno.
Kehidupan orang-orang Chinchorro kala itu identik dengan budaya pra-keramik yang berlangsung antara 7.000 – 1.500 Sebelum Masehi. Orang-orang Chinchorro mencari makan dengan cara berburu dan meramu.
Seorang pakar antropologi di bidang kebudayaan Chinchorro, Bernardo Arriaza, juga mengemukakan bahwa orang-orang Chinchorro sengaja berlatih teknik mumifikasi. Teknik mumifikasinya adalah dengan cara membuat sayatan kecil pada jasad yang hendak dijadikan mumi untuk mengeluarkan organ-organ tubuh. Rongga-rongga akibat sayatan tersebut kemudian dikeringkan.
Setelah organ-organ dikeluarkan, orang-orang Chinchorro mengisi jasad dengan ranting dan serat-serat alami agar jasad tersebut tegak. Barulah setelahnya, kulit jasad tersebut dijahit menggunakan ilalang.
Mereka juga memasangkan rambut hitam tebal di kepala mumi, menutup wajah mumi dengan tanah liat atau topeng, lalu membuat lubang pada bagian mata dan mulut. Jasad mumi dilukis dengan warna hitam atau merah. Pewarna ini berasal dari pigmen besi oksida, mangan, dan mineral.
Teknik mumifikasi ini jelas berbeda dengan mumifikasi ala Mesir kuno. Orang-orang Chinchorro memumikan segala kalangan dengan tujuan mengenang mereka. Sedangkan orang Mesir kuno hanya memumikan kaum elite saja.
Mengenai warga Arica sendiri, mereka mengaku sudah terbiasa hidup berdampingan dengan mumi. Menemukan mumi saat hendak membangun rumah pun adalah hal yang biasa bagi mereka.
Ana Maria Nieto dan Paola Pimentel, pasangan yang memimpin rukun warga dekat dua lokasi penggalian, menyadari betapa berharga dan bermanfaatnya mumi tersebut bagi semua orang.
Ana mengatakan, ia ingin wisatawan dan ilmuwan dari seluruh dunia datang ke Arica untuk mempelajari budaya Chinchorro.
Keduanya bekerja sama dengan para ilmuwan dari Universitas Tarapaca untuk membantu masyarakat memahami pentingnya budaya Chinchorro. dan memastikan lokasi-lokasi tersebut mendapat perawatan.
Mengenai jumlahnya, mumi-mumi Chinchorro berjumlah 300. Sebagian besarnya tampil di Museum Arkeologi San Miguel de Azarpa. Pengelolaan museum ini oleh Universitas Tarapaca.
Jarak tempuh berkendaraan dari Arica ke Museum Arkeologi San Miguel de Azarpa hanya berkisar 30 menit saja. Di museum tersebut para pengunjung dapat melihat sejumlah mumi Chinchorro yang terbaring di bawah kaca pengaman. Ada pula pameran yang memperlihatkan proses mumifikasi.
Ada beberapa rencana agar Museum Arkeologi San Miguel de Azarpa mendapatkan fitur interaktif dan memberdayakan warga setempat sebagai pemandu wisata. Ke depannya museum tersebut akan renovasi supaya lebih besar guna menampung lebih banyak mumi. Namun untuk proses renovasi, pihaknya butuh dana untuk memastikan para mumi terawat dengan baik sehingga tidak rusak.
Pakar budaya Chinchorro sekaligus arkeolog Jannina Campos, Arriaza, yakin bahwa Arica dan bukit-bukit di sekitarnya masih memiliki banyak peninggalan. Wali Kota Arica, Gerardo Espindola Rojas, berharap dengan masuknya mumi-mumi Chinchorro ke dalam Daftar Warisan Dunia, sektor pariwisata di Arica dapat hidup dan mendapatkan pemasukan tambahan.
Gerardo juga menegaskan bahwa perlu penanganan yang tepat untuk merawat lokasi tersebut. Ia tidak ingin Arica seperti kota-kota Chili lainnya yang tanahnya milik perusahaan multinasional dan menjadi tempat wisata. Ia ingin warisan-warisan budaya yang ada di Arica tetap berada di tangan warga setempat dan menguntungkan komunitas lokal.
Reporter: Intan Nadhira Safitri