Tragisnya Kematian Raja Richard Si Hati Singa

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Raja tak bermahkota. Itulah yang terjadi pada Raja Richard I atau biasa disebut The LionHeart. Raja berkebangsaan Inggris yang menjadi pemimpin Pasukan Salib ini tewas karena dipanah saat bentrok dengan pasukan Prancis saat memperebutkan sebuah kastil.

Setelah kematiannya, jenazahnya dibedah, isi perutnya dikubur di Chalus, dekat dengan Prancis tengah. Kemudian jenazahnya dimakamkan di utara Prancis di Fontevraud Abbey. Hatinya dibalsem dan dikubur di katedral Notre Dame di Rouen.

Sisa-sisa hatinya, kini hanyalah bubuk berwarna coklat keabuan, dikunci di dalam kotak kecil dan ditemukan di Abad ke19 saat penggalian.

Kisah Richard si Hati Singa ini memang tragis. Meski lahir di Oxford, Inggris, ia banyak menghabiskan masa kecilnya di Aquantine, Prancis.

Richard dikenal sebagai tokoh Perang Salib yang berhasil merebut Siprus untuk mendukung pasukannya. Kehebatannya dalam perang Salib III (1189-1192) membuatnya menjadi Raja yang populer pada masanya.

The LionHeart dikenal sebagai Raja Eropa yang dapat menandingi pemimpin umat Islam, Salahuddin Al Ayubi selama Perang Salib III. Sejak muda ia berani memberontak melawan ayahnya, Raja Henry II.

Richard merupakan putra ketiga dari Henry II dan Eleanor.

Di usianya yang ke-11 tahun, Richard dinobatkan sebagai pangeran di Poitiers pada tahun 1172. Sejak kecil Richard telah memiliki kemampuan politik dan militer sebelum waktunya.

Ia pun dengan cepat memperlajari cara mengendalikan pergolakan aristrokasi di Poitou dan Gascony. Ia kemudian bergabung dengan saudaranya untuk melakukan pemberontakan besar melawan ayahnya, Henry II di tahun 1173-1174.

Tindakan tersebut dilakukan karena ayahnya telah melakukan invasi ke Aquitaine, wilayah kekuasaan ibunya sebanyak dua kali. Meski demikian, Richard akhirnya menerima pengampunan dari ayahnya.

Setelah itu, ia kembali melakukan pemberontakan di wilayahnya sendiri. Merasa kesal dengan perbuatan Richard, rakyat di wilayah itu meminta bantuan Pangeran Henry III dan saudaranya untuk mengusir Richard dari wilayahnya.

Khawatir adanya perpecahan di tubuh istana, Raja Henry II kemudian turun tangan untuk mengatasi masalah itu. Namun, pemberontakan itu berakhir ketika Pangeran Henry muda meninggal secara tiba-tiba di tahun 1183. Praktis, Richard menjadi pewaris tahta kerajaan Inggris, Normandia, dan Anjou. Ayahnya berharap agar Richard bersedia melepaskan wilayah Aquitaine ke saudara bungsunya, John. Namun, ia enggan melepaskan wilayah yang dibesarkannya itu dan mengajukan banding kepada Raja Philip II, raja Prancis saat itu.

Pada 1189, Richard secara terbuka menyatakan telah bergabung dengan Philip untuk menundukkan ayahnya. Akhirnya, Raja Henry II pun terpaksa mengakui anaknya itu sebagai pewarisnya. Richard kemudian mengusir ayahnya tersebut dari kerajaan hingga meninggal pada Juli 1189.

Richard pun menerima tahta Normandia pada 20 Juli 1190 dan tahta Kerajaan Inggris pada 30 September 1190.

Namun setelah ia berkuasa, Richard hanya memiliki ambisi untuk memimpin Perang Salib. Ia tidak memiliki konsep perencanaan negara dan menjual semua harta ayahnya untuk mendanai Perang Salib. Dengan semua bekal itu, Richard memimpin armada tangguh untuk berangkat ke Yerusalem melalui Sisilia. Setelah pergi ke medan perang selama beberapa tahun, Richard kembali ke Inggris melalui Adriatik.

Perjalanan Raja Richard ke Yerusalem
Perjalanan Raja Richard ke Yerusalem

Dalam perjalanan pulang ke Inggris, kapal yang ditumpangi Richard tersapu oleh badai dan membuatnya terdampar di dekat Vanesia. Richard kemudian ditawan oleh Raja Austria, Leopold yang pernah bersengketa dengan Richard semasa perang salib. Berita penangkapannya ini pun sampai di telinga Kaisar Jerman.

Leopold kemudian ‘menjual’ tawanan istimewanya dengan tebusan sebesar 75.000 marks kepada Kaisar Jerman. Berita hilangnya Richard membuat Inggris diliputi kecemasan. Pihak keluarga kerajaan kemudian mengutus dua uskup untuk menyelidiki keberadaan Richard lewat jaringan Gereja Katolik. Setelah mendapat kepastian keberadaan Richard, maka negosiasi untuk membebaskannya dimulai. Bahkan Paus saat itu turun tangan langsung dalam proses pembebasan Richard. Tebusan sebesar 150.000 marks terpaksa dibayar sebagai jaminan. Nilai itu adalah tiga kali lipat pendapatan kerajaan Inggris pertahun.

Meski gagal merebut Yerussalem, Richard berhasil merebut beberapa kota penting dari tangan Salahuddin. Ia pulang ke Inggris disambut sebagai seorang pahlawan dan dilantik menjadi raja untuk kedua kalinya. Sebulan kemudian, ia pergi ke Normandia dan tidak pernah kembali lagi ke Inggris. Selama 10 tahun pemerintahannya, Richard hanya berada di Inggris selama 11 bulan. Lima tahun terakhirnya banyak dihabiskan dalam peperangan melawan Philip II.

Richard meninggal pada 1199 di usia relatif muda, yaitu 42 tahun. Ia meninggal setelah tertembak anak panah di dadanya saat hendak menyerang Kastil Chalus tanpa memakai perisai apa pun.

Reporter: Andhika Ilham Ramadhan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Survei Elektabilitas Bakal Calon Walkot Jogja yang Bertarung di Pilkada 2024, Sosok Ini Mendominasi

Mata Indonesia, Yogyakarta - Menjelang Pilkada 2024 di DIY, sejumlah lembaga survei sudah bergeliat menunjukkan elektabilitas para bakal calon Wali Kota dan juga Bupati. Termasuk lembaga riset Muda Bicara ID yang ikut menunjukkan hasil surveinya. Lembaga yang diinisiasi oleh kelompok muda ini mengungkap preferensi masyarakat Kota Jogja dalam pemilihan Wali Kota Jogja 2024.
- Advertisement -

Baca berita yang ini