MATA INDONESIA, LOS ANGELES – Berawal dari Jamaika, musik reggae kemudian mendunia. Apa yang terlintas di pikiran kalian jika mendengar kata music reggae? Jawabannya kemungkinan berkisar antara Bob Marley atau gimbal. Musik ini sebenarnya muncul pertama kali dicetuskan Toots Hibbert.
Penduduk asli Jamaika ini lahir di May Pen, sebuah kota sekitar 50 kilometer sisi barat ibu kota Jamaika, Kingston, pada Desember 1942. Toots Hibbert adalah anak bungsu dari tujuh bersaudara. Saat kanak-kanak, Hibbert rutin menyanyikan musik gospel untuk paduan suara gereja. Selama duduk di bangku sekolah, dia mulai berambisi menjadi seorang pemusik. ”Kami harus bernyanyi sebelum kelas, bernyanyi di pagi hari,” katanya kepada BBC, tahun 2018.
Ibunya yang berprofesi sebagai bidan meninggal ketika Hibbert berusia delapan tahun. Ayahnya meninggal tiga tahun kemudian.
Saat remaja, dia pindah ke Kingston. Di sana dia tinggal bersama kakak laki-lakinya, John, yang menjulukinya ‘Little Toots‘. Di kota itu, Hibbert mendapatkan pekerjaan di sebuah tempat cukur rambut. Hibbert menjalin persahabatan dengan penyanyi Jerry Matthius dan Raleigh Gordon. Mereka kemudian membentuk grup musik The Maytals.
Pada tahun 1962, saat Jamaika merdeka di Inggris, seorang bos perusahaan rekaman Clement “Coxsone” Dodd menemukan mereka sedang bermain di sebuah klub malam. Dodd lalu mengontrak The Maytals. Selama 10 tahun, grup musik The Maytals merilis beberapa lagu populer, yaitu “Fever”, “Bam-Bam” dan “Sweet and Dandy”.
Namun pada tahun 1967, karier grup musik itu sempat terhambat karena Hibbert ditangkap karena kasus ganja. Ia pun dipenjara selama sembilan bulan. Setelah ia dinyatakan bebas, ia menciptakan lagu yang berjudul 54-46 (That’s My Number). Judul tersebut merujuk angka identitas saat ia di penjara. Lagu tersebut menjadi lagu beraliran reggae pertama yang menuai popularitas di luar Jamaika.
Kata istilah reggae ini diambil dari bahasa gaul di Jamaika, jika ada orang yang tidak terlihat begitu rapi, jika dia tampak compang-camping, mereka menyebutnya dengan “streggae”. Nah dari situlah istilah reggae akhirnya muncul.
Musik Hibbert agak aneh saat itu. Musiknya disebut evolusi dari aliran ska dan rocksteady. Atau blue-beat atau boogie-beat. ”Musiknya ada, tapi tidak ada yang tidak tahu harus menyebutnya apa,” kata Hibbert.
”Saya merekam lagu ‘Do The Reggae’. Orang-orang berkata kepada saya, lagu itu membuat mereka tahu bahwa musik kami namanya reggae. Jadi saya yang menciptakan istilah itu,” katanya.
Proses perjalanan Hibbert dan grup musiknya The maytals itu banyak menuai prestasi dan pengalaman yang berharga. Pada tahun 1970 mereka mencetak hit di Inggris dengan lagu “Monkey Man”. Lalu dua tahun setelahnya Hibbert muncul dalam film yang berjudul “The Hader They Come”.
Jimmy Cliff berperan di film itu sebagai Ivan, seorang pemuda yang melakukan perjalanan ke Kingston untuk mencari peruntungan sebagai penyanyi. Ketika ivan masuk ke studio rekaman ternyata ada personel The Maytals yang sedang merekam sebuah lagu. Mata Ivan bersinar karena takjub.
Lagu The Maytals berjudul “Pressure Drop” menjadi musik latar di film yang memperkenalkan reggae kepada banyak penggemar musik di Amerika. Belakangan, The Clash memainkan ulang lagu tersebut.
Itu memperkuat reputasi The Maytals di Inggris. Pada tahun 1980, mereka masuk buku rekor Guinness Book of World Records. Pangkalnya, rekaman konser mereka di Hammersmith Palais, London dalam bentuk vinil dan rilis hanya dalam 24 jam.
Sayangnya kebersamaan mereka tak lama. Karena perbedaan paham, dua personelnya yaitu Matthias dan Gordon memilih mundur dari band ini. Sejak saat itu Hibbert melanjutkan karier sebagai artis solo.
Pada awal dekade 1990-an Hibbert membentuk ulang The Maytals. Namun baru pada tahun 2004 lewat album True Love, namanya menjadi bahan pembicaraan di industri musik. Pada album tersebut, Hibbert menawarkan beberapa versi lagu baru. Ia berduet dengan sejumlah bintang salah satunya adalah Willie Nelson.
Pada kemenangannya di ajang Grammy, Hibbert meremajakan karier musiknya. Ia pun merilis album solo berjudul “Light Your Light” pada tahun 2007. Lalu, pada tahun 2012 The Maytals menjalani tur memperingati 50 tahun pembentukan Grup Musik The Maytals.
Di tahun 2013, Hibbert mengalami cedera saat konser karena seorang penonton sangat menyukai musiknya sehingga ia melempar botol minuman keras atas panggung.
”Saya mencoba menangkap botol itu tapi malah mengenai kepala saya. Saying sekali itu terjadi. Saya butuh tiga tahun untuk membuat penggemar bahagia lagi,” kata Hibbert tentang awal mula cederanya.
Polisi menangkap penggemar Hibbert dan memenjarakannya selama enam bulan penjara atas permintaan Hibbert.
Pada tahun-tahun berikutnya. Hibbert melakukan rekaman di rumahnya sekaligus merilis album terakhirnya yaitu “Go To Be Tough”. Album tersebut kerja bareng bersama anak drummer The Beatles, Ringo Star yaitu Zak Starkey. Pada tahun 2012, Hibbert memaparkan pandangannya tentang reggae di majalah Interview. Hibbert mengatakan lagu-lagunya sebagai pesan penghiburan dan keselamatan.
Toots Hibert selamanya menjadi musisi berpengaruh dan sekaligus orang yang pertama kali mencetuskan istilah reggae lewat lagu yang berjudul “Do the Reggae”.
Toots Hibbert kini telah meninggal pada usia 77 Tahun pada 11 September 2020. Dugaan kuat, ia terinfeksi Covid-19.
Sebagai penampil yang kharismatik, Hibbert memiliki 31 lagu hit di Jamaika. Karena suaranya yang bertenaga, dia sejajar dengan musikus legendaris asal Amerika Serikat, Otis Redding.
Reporter : Syifa Ayuni Qotrunnada