Terima Tawaran Kerja di Jejaring Facebook, Athenkosi Malah Bekerja Tanpa Upah

Baca Juga

MATA INDONESIA, JOHANNESBURG – Hati-hati jika ada tawaran pekerjaan di sosial media. Seorang barista asal Afrika Selatan tertipu dan terpaksa bekerja tanpa upah. Keluarga dan teman-temannya mengumpulkan uang untuk membebaskannya.

Nama barista itu adalah Athenkosi Dyonta. Berusia 30 tahun dan bekerja di sebuah kafe di resor liburan terkenal kota George, Western Cape, Afrika Selatan.

Suatu hari ada pesan masuk ke akun Facebooknya. Pesan ini tawaran bekerja di Oman dengan gaji yang luar biasa untuk ukuran barista di Afrika Selatan. Awalnya Athenkosi senang membagikan foto seni membuat kopi latte, pola dan desain dari susu diatas permukaan kopi. Foto-foto ini ia sebar di sebuah grup obrolan barista-barista seluruh dunia di Facebook. Saat itulah muncul seorang wanita menawarkan lowongan pekerjaan di Oman kepadanya.

Tawaran wanita tersebut cukup menggoda. Ia akan mendapatkan gaji yang layak, memperoleh akomodasi, transportasi hingga makanan gratis. Wanita itu juga mengatakan akan menanggung urusan visa, sehingga Athenkosi hanya membayar tiket pesawat, pemeriksaan kesehatan, dan tes Covid-19.

Tertipu

Tawaran ini langsung disambut gembira Athenkosi. Malah istrinya, Pheliswa Feni mendukung upaya suaminya untuk mengambil pekerjaan di Oman itu. Mereka sudah membayangkan setelah bekerja beberapa tahun di Oman, mereka akan membeli sebuah rumah, mobil atau bahkan dapat menyekolahkan anak-anaknya ke tempat yang baik.

Atas dasar impian tersebut, pasangan ini kemudian meminjam uang sebagai bentuk modal biaya perjalanan ke Oman. Saat pertama kali menginjakkan kaki di Oman, kesan pertama Athenkosi adalah negara tersebut sangat indah.

Dari Oman, Athenkosi melakukan perjalanan dari Ibu Kota Muscat ke kota kecil yang disebut Ibra, tempat ia akan dikarantina di sebuah hotel selama tujuh hari. Selama perjalanan, terbayang-bayang seluruh impian Athenkosi yang dirasa akan segera terwujud.

Athenkosi dipasangkan sebuah gelang pelacak selama karantina. Setelah karantina selesai dan gelang pelacak tersebut dilepaskan, ia kemudian pindah ke tempat barunya. Nah, mulailah muncul ketidakberesan.

Di Ibra, Athenkosi tinggal di sebuah kamar kecil dengan matras rusak dan kotak penyimpanan. Tempat tersebut juga terlihat kotor. Ia berbagi kamar dengan seorang pria asal Nepal.

Terancam Tanpa Bayaran

Sejak saat itu ia tahu bahwa ia akan menjalani masa menyedihkan. Athenkosi juga memperoleh kabar bahwa kafe tempat itu tak pernah ada.

Alih-alih bekerja sebagai seniman kopi, Athenkosi justru harus bekerja tanpa bayaran sebagai tukang bersih-bersih kafe dengan jam kerja 12 hingga 14 jam sehari. Ketika sedang tidak bekerja, ia dikunci di dalam ruangan mengerikan dengan suguhan makanan yang tidak layak.

Athenkosi mengatakan ia menjadi kurus saat bekerja disana. Ia hanya mendapatkan makan seperti roti dan susu, kadang telur gulung namun itu hanya sekali atau dua kali dalam seminggu.

Suatu ketika Athenkosi menanyakan bayaran kerjanya kepada sang majikan, namun ia malah mendapatkan ancaman. Sekelompok orang membawa barista ini ke dalam hutan. Mereka memaki dan menyuruhnya untuk berhenti membuat masalah.

Sang majikan juga mengancam akan membawa Athenkosi ke polisi apabila ia membuat masalah. Majikannya mengatakan bahwa polisi akan menangkapnya atas kasus pelanggaran kontrak kerja.

Athenkosi tidak menyadari bahwa sistem kerja tersebut sudah ada sejak lama di Timur Tengah. Sistem itu adalah kafala. Sistem ini memungkinkan warga dan perusahaan secara tertutup mengendalikan status buruh migran dengan penuh.

Sistem kerja ini sudah lama menjadi sorotan kelompok hak asasi. Sistem ini membuat para pekerja memiliki risiko yang cukup tinggi terhadap kekerasan dan eksploitasi. Pekerja tidak mendapat izin untuk pindah kerja ataupun meninggalkan negara tanpa persetujuan dari sang majikan.

Athenkosi menceritakan mencoba melarikan diri ketika pintu kamarnya terbuka. Ia mencoba ke taman dan meminta pertolongan ke orang asing agar membawanya ke kantor polisi. Tapi saat di kantor polisi tak ada satu petugas yang dapat berbahasa inggris. Ia memutuskan kembali ke kamarnya.

Ia berusaha untuk mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri. Beruntung, ia selamat dan segera ke rumah sakit. Saat di rumah sakit, ia bertemu dengan dokter yang kemudian memberikan saran supaya Athenkosi menebus dirinya kepada majikannya.

Kepulangan Athenkosi

Athenkosi mencoba membicarakan hal ini kepada majikannya. Kemudian menghasilkan sebuah kesepakatan untuk melepaskan Athenkosi apabila ia mendapatkan bayaran atas pelanggaran kontrak.

Ia pun mengontak istrinya melalui telpon dan menceritakan kondisinya.  Kaget dan panik, Pheliswa akhirnya memutuskan untuk mengumpulkan uang untuk bayaran pelanggaran kontrak. Pheliswa bercerita kepada semua orang tentang masalah tersebut. Kemudian cerita tersebut tersebar di komunitas wilayah George.

Kelompok lokal bernama Forum Komunitas George, ikut membantu dengan mengadakan penggalangan dana. Sumbangan pun mengalir.  Keluarga Athenkosi juga menjual sapi-sapi miliknya. Athenkosi bebas dengan bayaran tebusan sekitar 1200 dinar atau sekitar 23,7 juta Rupiah.

Saat Athenkosi berhasil bebas dan sampai di George, ia mendapat sambutan ratusan orang yang telah membantu membebaskannya. Sekarang Athenkosi sudah terbebas dan kembali ke pekerjaan lamanya, barista. Ia masih berjuang dengan trauma yang cukup mendalam.

Reporter: Shafira Annisa

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Pencegahan TPPO di Jogja Diperkuat, Gugus Tugas Dibentuk Kurangi Kasus

Mata Indonesia, Yogyakarta - Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) semakin menjadi perhatian serius di Indonesia, termasuk di Kota Yogyakarta. Korban TPPO seringkali berasal dari kalangan Pekerja Migran Indonesia (PMI), yang terjerat dalam kasus perdagangan manusia akibat berbagai faktor risiko.
- Advertisement -

Baca berita yang ini