MATAINDONESIA, JAKARTA – Baginya kata PKI sudah seperti virus yang harus ditendang ke luar tubuhnya.
Wajarlah karena Taufik Ismail adalah sastrawan pendiri Manifesto Kebudayaan sebuah gerakan melawan aktivitas seniman atau sastrawan Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) yang underbouw PKI atau Partai Komunis Indonesia (PKI).
Lelaki kelahiran Bukittinggi, 25 Juni 1935 terus membawa “kebenciannya” kepada PKI dan semua anasirnya hingga sekarang.
Begitu paranoidnya terhadap partai yang dulu berlambang palu arit itu pernah dia ungkapkan dalam sebuah acara di Perpustakaan Universitas Indonesia, 27 Januari 2017. Dia merasa partai tersebut bakal bangkit lagi.
Taufik sepertinya tidak ingin Pemerintah Indonesia melakukan rekonsiliasi dengan mantan Keluarga PKI.
Hal itu terungkap saat dia diundang membaca puisi pada Simposium Nasional Membedah Tragedi 1965 di Hotel Aryadutta Jakarta, 19 April 2019.
Padahal, acara tersebut merupakan upaya mencari jalan melakukan rekonsiliasi tragedi 1965 termasuk pembantaian massal beberapa bulan sesudahnya.
Namun saat itu saja panitia menilainya gaya membaca puisi tersebut memprovokasi terutama kepada keluarga mantan anggota PKI. Akibatnya Taufik dipaksa menghentikan puisinya.
Taufiq pernah dituding melakukan aksi plagiarisme atas karya penyair Amerika bernama Douglas Malloch (1877 – 1938) berjudul Be the Best of Whatever You Are.