Home Kisah Sulitnya Membuat Film Gone with The Wind

Sulitnya Membuat Film Gone with The Wind

0
926

MATA INDONESIA, NEW YORK  – Gone with The Wind, novel Amerika karangan Margaret Mitchell pada 15 Desember, 82 tahun silam diangkat menjadi sebuah film berdurasi 234 menit.

Novel bergenre roman, fiksi, dan sejarah ini berhasil menjadi film berkat tangan dingin sutradara Victor Fleming dan produksi David O.Selznick Para pemainnya adalah aktris terkenal Vivien Leigh (Scarlett O’Hara), Clark Gable (Rhett Butler), dan Leslie Howard (Ashley Wilkes).

Pasca perilisannya, Gone with The Wind ini mendapat sambutan dari berbagai kalangan, termasuk pula kritikus Frank Nugent. Ia menilai bahwa fim ini sangat indah dan menarik.  Kualitas para pemerannya pun mendapat acungan jempol.

Kritikus juga memuji film berdurasi 234 menit ini karena sesuai dengan novel aslinya. The New York Times memuji cara bertutur dan cita-cita ambisius menghadirkan novel ini ke layar lebar. “Ceritanya menarik (dan) bertutur secara indah,” tulis kritikus Frank Nugent.

Franz Hoellering dari The Nation juga memuji kualitas lakon para aktornya, dan keberanian sang produser David Selznick yang menurutnya perlu dapat pengakuan. Bukan cuma dari kritikus, film ini juga dicintai penonton AS yang waktu itu sebenarnya terlalu miskin untuk menonton film.

Dengan bujet 3,85 juta Dolar AS, Selznick berhasil untung besar hingga memperoleh lebih dari 390 juta dolar AS. Pada masanya, Gone with The Wind adalah film dengan pendapatan terbesar, yang jika dikonversi ke nilai mata uang sekarang juga masih jadi salah satu film paling laku sepanjang sejarah, sejajar dengan Titanic, Avatar dan Avangers.

Film Gone with The Wind ini bukan cuma sukses besar dari segi laba. Gone with the Wind juga menang 10 Academy Awards dari 13 nominasi pada Oscar ke-12. Memborong nominasi Film Terbaik, Sutradara Terbaik, Naskah Adaptasi Terbaik, Aktris Terbaik, dan Aktris Pendukung Terbaik. Tiga puluh delapan tahun kemudian, pada 1977, American Film Institute memilih film ini  sebagai film paling populer di AS.

Pada 1998, film ini bahkan masuk ke dalam daftar 100 Film Terbaik sepanjang masa dan menempati ranking keempat. Meski pada 2007 posisinya turun ke peringkat enam, Gone with the Wind terbukti masih terus diingat hingga sekarang.

Sulit Produksi

Sebenarnya dari segi produksi, film ini tergolong sulit. Ada saja halangan yang terjadi. Seperti proses syuting yang sempat tertunda dua tahun lantaran butuh proses yang lama untuk penentuan pemeran.

Untuk pemeran Rhett Bulter, Selznick sebenarnya telah lama mengincar Clark Gable dari awal. Ia berusaha mendapatkan Gable dan membuat kesepakatan dengan MGM, yang kebetulan pimpinannya adalah Louis B. Mayer, ayah mertuanya.

Gone with The Wind
Gone with The Wind

Hingga akhirnya, pada Agustus 1938, Louis B. Mayer menawarkan Selznick kontrak Gable dan modal 1.250.000 dolar untuk setengah dari anggaran film. Selznick juga harus memberikan gaji mingguan kepada Gable.

Tak hanya itu, setengah dari keuntungan film tersebut nantinya menjadi milik MGM. Sementara Loew Inc sebagai induk perusahaan MGM akan merilis film tersebut.

Kesulitan juga terjadi saat menentukan pemeran Scarlett. Selznick sampai membawa 1.400 aktris se-Amerika untuk memerankannya. Namun sayangnya, tak ada satu pun aktris Amerika yang cocok.

Kala itu Selznick tertarik dengan Vivian Leigh, aktris asal Inggris yang belum begitu terkenal di Amerika. Sosok Vivian anggun dan cantik. Selznick melihat ada kesamaan sifat dan darah keturunan Leigh dengan karakter tokoh Scarlett, yakni keturunan Prancis – Irlandia. Dan akhirnya penentuan pemeran Scarlett pun jatuh kepada Vivien Leigh.

Skenario juga banyak mengalami revisi guna mendapatkan durasi film yang sesuai. Awalnya film ini akan disutradarai George Cukor. Namun Selznick langsung memecat Sukor saat proses syuting berjalan selama tiga minggu karena pekerjaanya tak beres.

Selznik menunjuk Fleming menggantikan posisi Cukor Fleming juga pernah cuti selama dua minggu karena kelelahan, dan yang menggantikannya sementara waktu adalah Sam Wood, sutradara langganan studio MGM.

Tak hanya pergantian sutradara. Namun juga sinematografer. Awalnya Lee Garmes. Setelah melihat hasilnya, Selznick kurang puas karena gambar Lee Garmes terlalu gelap. Selznick pun menggantinya dengan sinematografer kenamaan Ernest Haller.

Bolak balik produksi film ini membuat Selznick depresi. Beruntung setelah produksi film ini selesai dan tayang di bioskop, Selznick pun bisa tersenyum lebar. Filmnya menjadi film terlaris sepanjang masa.

 

Reporter: Intan Nadhira Safitri

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here