Subuh Terakhir dalam Hidup Khalifah Umar bin Khattab

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Pada masa Umar Bin Khattab sebagai khalifah, umat Islam berhasil menaklukkan dua kerajaan besar saat itu, yaitu Roma dan Persia. Kekalahan tersebut menyebabkan Persia berubah drastis. Orang Persia yang dulu terkenal dengan peradabannya yang tinggi, sekarang beberapa orangnya menjadi budak di Medinah.

Pada tahun 23 Hijriyah atau 644 Masehi, di Madinah terdapat budak Persia bernama Firoz atau Fairuz yang nama keluarganya adalah Abu Lu’lu’i atau Abu Lu’lu’ah.

Dialah, orang yang membunuh Umar bin Khattab. Dalam pelbagai kisah yang menceritakan pembunuhan terhadap khalifah kedua tersebut, nama pembunuhnya adalah Abu Lu’lu’ah.

Sebagian sumber menyebut alasan Abu Lu’lu’ah membunuh Umar adalah dendam atas takluknya Persia oleh pasukan Muslim. Namun, berdasarkan catatan Syibli Nu’mani, penulis buku Umar bin Khattab yang Agung (1994) pembunuhan terhadap Umar karena persoalan pajak.

Kisahnya, suatu saat Abu Lu’lu’ah datang menghadapi Khalifah Umar bin Khattab. Ia mengeluhkan beban pajak dari tuannya, Mughirah bin Syubah. Ia meminta kepada Umar untuk mendesak tuannya agar menurunkan nilai pajak tersebut. Umar bertanya kepadanya soal pekerjaan yang ia lakukan.

Abu Lu’lu’ah menjawab ia bekerja sebagai tukang kayu, tukang cat, dan pandai besi. Menurut Umar, pekerjaan tersebut layak untuk beban pajak yang ia keluhkan. “Jumlah itu tidak banyak, apalagi dengan pekerjaan yang menguntungkan ini,” kata Umar. Abu Lu’lu’ah tidak terima dengan jawaban itu. Ia pun marah dan merencanakan untuk membunuh Umar.

Subuh Berdarah

Keesokan harinya, Umar bin Khattab pergi ke masjid untuk salat Subuh berjamaah. Di sisi lain, Abu Lu’lu’ah yang merupakan penyembah Api (Majusi) pun pergi ke masjid dengan membawa sebilah belati. Saat Umar mulai mengimami salat Subuh, Abu Lu’lu’ah tiba-tiba menerobos dari belakang. Ia menghunjamkan belatinya sebanyak enam kali ke tubuh Umar. Salah satunya mengenai panggul.

Sang Khalifah Umar terkapar dan berlumuran darah. Sementara Abu Lu’lu’ah, dalam kondisi terpojok sempat melukai jemaah lain dan akhirnya bunuh diri. Jemaah kemudian membawa Umar ke rumahnya. Saat di jalan, Umar sempat bertanya, “Siapa pembunuhku?” “Firoz,” jawab orang-orang. “Segala puji bagi Allah bahwa aku tidak dibunuh oleh seorang Muslim!” jawab Umar.

Mulanya kaum Muslimin sedikit terhibur karena mereka mengira Umar bin Khattab akan pulih. Namun, saat tabib yang memeriksanya memberikan minuman hangat berupa campuran kurma dan susu kepada khalifah, minuman itu keluar lagi. Kondisi Umar semakin parah dan menurun.

Umar sempat menyuruh anaknya, Abdullah, untuk meminta izin kepada Aisyah, istri Rasulullah, agar ia dikuburkan di samping makam Rasulullah. Aisyah pun mengizinkannya.

Setelah mendapat jawaban dari Aisyah, Abdullah buru-buru kembali menemui ayahnya. “Berita apa yang kau bawa kepadaku, oh anakku?” tanya Umar. “Harapan dan kepuasan kepadamu ayah,” ujar Abdullah. “Itu adalah keiginanku yang paling besar,” kata Umar.

Pada 25 Zulhijah 23 Hijriyah atau 3 November 644, Umar bin Khattab, sahabat Rasulullah yang semula amat keras menentang Islam dan berbalik menjadi pembela Islam yang gigih itu, akhirnya meninggal dunia.

Syibli Nu’mani menulis, sejumlah sahabat seperti Shuhaib bin Sinan, Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Thalhah bin Ubaidillah, Saad bin Abi Waqqas, dan Abdurrahman bin Auf ikut menurunkan jenazah sang Khalifah ke liang lahat.

Reporter : Syifa Ayuni Qotrunnada

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Tindakan OPM Semakin Keji, Negara Tegaskan Tidak Akan Kalah Lawan Pemberontak

Organisasi Papua Merdeka (OPM) banyak melancarkan aksi kekejaman yang semakin keji. Maka dari itu, negara harus tegas untuk tidak...
- Advertisement -

Baca berita yang ini