Siwak Membersihkan Gigi Sudah Ada Sejak Zaman Babilonia

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Ternyata memperhatikan kebersihan dan kesehatan gigi telah lama dilakukan manusia. Bahkan sejak zaman prasejarah. Salah satu cara membersihkan gigi sebelum muncul sikat gigi modern adalah dengan menggigit ranting kayu. Di Timur Tengah hal ini terkenal dengan nama siwak.

Siwak atau Miswak adalah tongkat pengunyah tradisional dari akar, ranting, dan batang berbagai pohon. Ranting kayu ini menjadi metode alami untuk pembersihan gigi di banyak bagian dunia selama ribuan tahun. Miswak dalam bahasa Arab berarti “tongkat pembersih gigi”.

Penggunaan miswak sejak berabad-abad lalu, terutama oleh bangsa Arab kuno. Malah dalam berbagai literatur, orang-orang Babilonia telah menggunakan miswak ini sekitar 7.000 tahun lalu. Orang Romawi dan Yunani kemudian mengadaptasi kebiasaan ini.

Di negara-negara Timur Tengah, kegiatan mengunyah dan menyikat gigi dengan sebatang kayu kecil ini merupakan sesuatu yang lumrah. Siwak digunakan sebagai alat untuk membersihkan area mulut, terutama gigi.

Meski terkesan kuno, siwak masih digunakan sampai sekarang. Untuk umat musim khususnya, tak sekadar membersihkan gigi, bersiwak juga memiliki makna yang dalam karena merupakan salah satu sunah Nabi Muhammad SAW.

Di berbagai negara yang menggunakannya, siwak memiliki sebutan yang berbeda-beda. Masyarakat di Tanzania menamakannya miswak. Sedangkan, warga di Pakistan dan Indian menyebutnya datan.

Di Timur Tengah, bahan utamanya berasal dari pohon arak (Salvadora persica). Pohon ini dipotong dengan diameter 0,1 cm sampai lima cm.  Di Afrika Barat, siwak berasal dari pohon limun (Citrus aurantifolia) dan pohon jeruk (Citrus sinesis).

Salvadora persica selama ini mendapat julukan sebagai pohon sikat gigi. Berbagai tes laboratorium menunjukkan batang dan daun tanaman ini memberikan perlindungan pada gigi.

Hal ini karena bentuknya seperti pensil. Panjang 15-20 cm dengan diameter 1-1,5 cm, yang mengunyahnya di satu ujung sampai berbentuk serupa kuas.

Mengunyah Siwak
Mengunyah Siwak

Secara teknis miswak terdiri dari dua pegangan dasar yaitu pegangan-pena (pegangan tiga jari) dan pegangan tangan (pegangan lima jari).

Pegangan ini berguna untuk memastikan gerakan yang kuat tetapi terkendali dari ujung kuas siwak dalam rongga mulut. Sehingga setiap area mulut tercapai dengan relatif mudah dan nyaman. Teknik dasar yang untuk menghilangkan plak secara mekanis mirip dengan sikat gigi dan tongkat pengunyah, yaitu menyikat vertikal dan horizontal.

Bedasarkan kandungannya, siwak mengandung banyak manfaat. Misalnya

  • silika yang bertindak sebagai bahan abrasif dapat menghilangkan noda dan endapan dari permukaan gigi.
  • Sodium bikarbonat memiliki efek abrasif untuk menghilangkan bakteri.
  • Asam tanin memiliki efek astringen pada selaput lendir dan terbukti anti-plak dan anti-gingivitis yang baik.
  • Penggunaan siwak juga menghambat pembentukan plak gigi secara kimia dan juga memberikan efek antimikroba terhadap banyak mikroorganisme.
  • Ekstrak siwak memiliki efek penghambat pertumbuhan pada beberapa mikroorganisme.

Namun, meski siwak banyak memberi manfaat kebersihan, bulu-bulu siwak terletak di sumbu panjang tongkat. Sedangkan sikat gigi tegak lurus dengan gagang. Dengan demikian, Siwak sulit untuk mencapai permukaan gigi.

Kekurangan lainnya sebenarnya dari kebiasaan penggunaan siwak untuk waktu yang lama. Terkadang tongkat mengunyahnya kotor dan tidak bersih.

Sejumlah penelitian di NCBI menemukan kemanjuran siwak lebih unggul dari penggunaan sikat gigi. Malah para peneliti menyarankan penggunaan siwak 5 kali sehari. Ini bisa menawarkan alternatif yang cocok untuk menyikat gigi dalam mengurangi plak dan radang gusi.

Penelitian sejumlah dokter gigi dari King Saud University (KSU), Arab Saudi, mengatakan bahwa proses mengunyah siwak secara berulang menghasilkan getah segar dan silika. Fungsinya untuk membersihkan dan memutihkan gigi. Di dalam siwak terdapat sejumlah antiseptik alami yang dapat membunuh mikroorganisme berbahaya dalam mulut.

Siwak juga mengandung zat lain yang bermanfaat mencegah perdarahan pada gusi dan mengurangi risiko kanker mulut.

Reporter: Dinda Nurshinta

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Judi Daring Ancam Ekonomi Keluarga: Saatnya Literasi dan Kolaborasi Jadi Senjata

Oleh: Ratna Soemirat* Fenomena judi daring (online) kini menjadi salah satu ancaman paling serius terhadap stabilitassosial dan ekonomi masyarakat Indonesia. Di tengah kemajuan teknologi digital yang membawakemudahan hidup, muncul sisi gelap yang perlahan menggerogoti ketahanan keluarga dan moral generasi muda. Dengan hanya bermodalkan ponsel pintar dan akses internet, siapa pun kini bisaterjerumus dalam praktik perjudian digital yang masif, sistematis, dan sulit diawasi. Pakar Ekonomi Syariah dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Satria Utama, menilai bahwa judi daring memiliki daya rusak yang jauh lebih besar dibandingkan bentukperjudian konvensional. Menurutnya, sasaran utama dari perjudian daring justru kelompokmasyarakat yang secara ekonomi tergolong rentan. Dampaknya langsung terlihat pada polakonsumsi rumah tangga yang mulai bergeser secara drastis. Banyak keluarga yang awalnyamampu mengatur pengeluaran dengan baik, kini harus kehilangan kendali keuangan karenasebagian besar pendapatan mereka dialihkan untuk memasang taruhan. Satria menjelaskan, dalam beberapa kasus, bahkan dana bantuan sosial (bansos) yang seharusnyadigunakan untuk kebutuhan pokok keluarga justru dihabiskan untuk berjudi. Hal ini, katanya, bukan lagi sekadar persoalan individu, melainkan ancaman nyata terhadap ketahanan ekonominasional. Ia menegaskan, ketika uang yang seharusnya digunakan untuk makan, biaya sekolahanak, atau keperluan kesehatan malah dipakai untuk berjudi, maka kerusakannya meluas hinggapada tingkat sosial yang lebih besar. Masalah ini juga diperparah dengan munculnya fenomena gali lubang tutup lubang melaluipinjaman online (pinjol). Banyak pelaku judi daring yang akhirnya terjebak utang karena tidakmampu menutup kerugian taruhan. Satria menilai bahwa bunga pinjol yang tinggi justrumemperparah keadaan dan menjerumuskan pelakunya ke dalam lingkaran utang yang sulitdiakhiri. Dalam banyak kasus, kondisi ini menyebabkan kehancuran rumah tangga, konflikkeluarga, hingga perceraian. Efek domino judi daring, katanya, sangat luas dan tidak hanyamerugikan pelakunya saja. Selain aspek ekonomi, Satria juga menyoroti persoalan perilaku konsumsi yang tidak rasional di kalangan masyarakat. Ia menilai bahwa budaya konsumtif yang tinggi membuat masyarakatlebih mudah tergoda dengan janji palsu “cepat kaya” yang ditawarkan oleh situs judi daring. Contohnya, jika seseorang rela mengeluarkan uang untuk rokok meski kebutuhan rumah tanggaterbengkalai, maka godaan berjudi dengan iming-iming hasil instan menjadi semakin kuat. Menurutnya, perubahan pola pikir masyarakat menjadi kunci utama untuk membentengi diri daribahaya ini. Lebih jauh, Satria menegaskan bahwa penanganan judi daring tidak cukup hanya denganpendekatan represif, seperti pemblokiran situs atau razia siber. Ia menilai langkah tersebutmemang penting, tetapi tidak akan menyelesaikan akar masalah tanpa adanya peningkatanliterasi ekonomi dan kesadaran digital masyarakat. “Permintaan terhadap judi daring itu besar, sehingga selama ada permintaan, pasokan akan terus bermunculan,” ujarnya dalam wawancara. Pemerintah, katanya, harus berani menyentuh aspek edukasi publik dengan memperkuat literasidigital, keuangan, dan moral agar masyarakat memiliki ketahanan terhadap jebakan dunia maya. Upaya memperkuat literasi digital dan kesadaran publik kini mulai mendapat perhatian dariberbagai pihak, termasuk dunia akademik. Salah satu contoh nyata datang dari UniversitasLampung (Unila) melalui inovasi bertajuk Gambling Activity Tracing Engine (GATE...
- Advertisement -

Baca berita yang ini