Semarak Musik Jazz Fusion Indonesia di Tahun 80 an

Baca Juga

MATA INDONESIA, JAKARTA – Tahun 1980 an saat itu Indonesia sedang dalam masa puncak pertumbuhan ekonomi yang stabil.

Beberapa kota mulai tumbuh menjadi kota metropolis, termasuk Jakarta. Tahun 1978 berdirilah kafe yang lantas menjadi salah satu tempat terpenting pergerakan jazz di era 80an, Green Pub. Lokasinya di gedung Djakarta Theatre di pusat kota Jakarta.

Waktu itu band yang menjadi bintangnya adalah Gold Guys. Para personel yang setiap malam tampil di kafe ini adalah Chandra Casmala (kibor), Djoko Waluyo Haryono (gitar), Dicky Prawoto (bass), Toto (drums) dan menyusul Embong Rahardjo yang terkadang bergantian dengan Udin Zach (saxophone). Vokalisnya waktu itu adalah Jackie Bahasoean, vokalis jazz yang datang dari Surabaya .

Berdekatan dengan pembukaan Green Pub, juga dibuka club jazz lain, Captain’s Bar di lobi Hotel Jakarta Mandarin. Yang mengisi acara secara tetap di situ adalah Jopie Item & His Friends . Di grup tersebut, Jopie bermain dengan Christ Kayhatu, Yance Manusama, Rully Bahri dan vokalis Utha Likumahuwa .

Di tahun 1980 an, musik jazz di kampus pun mulai mengeliat. Yang paling menonjol adalah Universitas Indonesia terutama mahasiswa Fakultas Ekonominya. Pada waktu itu muncul Chandra Darusman dengan kelompok vokalnya bernama Chaseiro yang antara lain mendapat dukungan dari teman-teman sekampusnya seperti kakak beradik Helmie, Irwan dan Rizali Indrakesuma, Edi Hudioro, Norman Sonisontani atau Omen dan mahasiswa fakultas kedokteran, Aswin Sastrowardoyo .

Kelompok ini di rekaman maupun di atas pentas kerap didukung musisi berbakat dari lingkungan SMA antara lain dari SMA 70 di kawasan Bulungan, Jakarta Selatan. Yang kerap mendukung adalah adik kandung Edi Hudioro yaitu drummer Uce Haryono selain peniup klarinet, Rezky Ratulangi Ichwan .

Selain Chaseiro yang sejatinya pada rekamannya lebih ke bentuk pop dengan sedikit aroma jazz, muncul pula musisi muda lain Fariz Rustam Munaf. Fariz merilis album yang lumayan tebal unsur jazz rocknya yaitu Sakura di tahun 1978. Fariz adalah wakil figur muda dari lingkungan SMA selain Uce dan Rezky di atas, yang tampil ke permukaan meramaikan pergerakan jazz Indonesia . Walau pada waktu itu, Fariz lebih dipandang sebagai musisi dan penyanyi pop. Fariz disusul kelak oleh Addie MS juga Raidy Noor.

Di akhir periode 70-an tersebut, juga kian banyak penyanyi-penyanyi yang aktif di lingkungan kafe, selain show-show kecil menyanyikan lagu-lagu bertema jazz, jazz-pop seperti Helmi Pesolima, Henry Manuputty, Utha Likumahuwa, Ria Likumahuwa, Ermy Kullit, Vonny Sumlang, Aska Daulika, Grace Simon, Noor Bersaudara hingga Vicky Vendi. Sebelumnya, sempat tampil nama-nama penyanyi seperti Shenny de Fretes, Aty Pramono dan Mona Sitompul .

Kelak pada periode berikutnya, di tahun 1980-an, nama-nama seperti Chandra Darusman, Chaseiro, Jopie Item, Ireng Maulana, Utha Likumahuwa dan termasuk Elfa Secioria dan Indra Lesmana menjadi lebih besar dan menjadi motor utama penerus kehidupan jazz di tanah air.

Pertengahan tahun 80an, nama Fariz RM muncul. Ia lebih mengkategorikan musiknya sebagai new age. Namun, beberapa komposisinya bernafaskan pop jazz, bahkan latin. Kehadiran Fariz yang meledak dengan lagu Sakura, membuat anak-anak muda saat itu mengalihkan minat musik mereka dengan gaya dan pola Fariz RM.

Selain Fariz, saat itu muncul band baru bernama Krakatau. Tampil di TVRI, kehadiran band ini membuat penggemar musik tersentak. Band yang terdiri dari Prasadja Budi Dharma (lebih dikenal sebagai Pra Budi Dharma/Pra B.Dharma), yang belum lama kembali ke tanah air, setelah mengenyam studi di Amerika Serikat, lalu Dwiki Dharmawan, kibordis muda berbakat dari Bandung, sebelumnya dikenal lewat komunitas musik Elfa Secioria, ada juga Donny Suhendra, pemuda yang menjadi gitaris lumayan menonjol saat itu. Dan ketiganya di atas bertemu drummer muda yang datang dari Cimahi, dikenal lewat grup rocknya, JAM. Budhy Haryono, namanya.

Di pertengahan tahun 1986, formasi Krakatau berubah. Budhy Haryono sang drummer mengundurkan diri. Masuklah Gilang Ramadhan menggantukan Budhy. Kemudian formasi Krakatau pun bertambah dengan masuknya pianist/kibordis muda putra tokoh jazz kenamaan, Jack lesmana, yaitu Indra Lesmana. Notabene, Indra adalah sahabat dekat Gilang.

Perlu dicatat pada saat itu, nama Indra dan Gilang reputasinya tengah menjulang tinggi. Kedua nama ini baru saja datang bersama-sama dari Amerika.

Gilang baru menuntaskan studi musiknya, sementara Indra Lesmana baru menyelesaikan album rekaman dimana ia didukung banyak musisi jazz papan atas dunia. Indra sebelumnya juga menuntaskan studi musiknya di Australia. Saat itu, mereka sempat membentuk GIF, trio bersama bintang pop yang tengah naik daun, Fariz RM.

Selain itu juga ada kelompok Nebula. Ada pula kelompok musik lain, sebuah kuintet dengan Yuke Sumeru dan Odink Nasution, serta “memperkenalkan” gitaris muda berbakat, Dewa Budjana. Grup tersebut bernama, Exit.

Di tahun 1986 itu, beberapa recording label, mulai mengontak mereka untuk membuat album rekaman. Dan dengan formasi gresnya, sebut saja mereka lantas serius mempersiapkan album rekaman pertama. Nama terakhir yang masuk adalah, Trie Utami. Penyanyi bertubuh mungil yang biasa dipanggil Iie ini adalah, Best Vocalist LMC di tahun 1986. Saat itu, Trie Utami baru saja menuntaskan SMAnya di Bandung. Iie adalah vokalis yang juga bisa bermain piano. Ia cukup terkenal di Bandung, sebagai penyiar sebuah stasiun radio terkemuka bagi kaum muda Bandung.

Baru di tahun 1987, akhirnya Krakatau merilis album perdana dan melejitkan hits “Gemilang”. Album perdana, selftitled album ini terbilang unik. Rilis awalnya, dengan cover hitam putih saja. Track pertama adalah, ‘Kemelut’. Kenyataannya, yang menjadi hits adalah track ke-4, ‘Gemilang’.

Berlanjut di album kedua, 1988, mencetak hits “La Samba Primadonna”. Ada lagu lain yang popular pula dari album tersebut, antara lain seperti ‘Sayap-Sayap Beku’, ‘Cita Pasti’, ‘Tiada Abadi’. Ada lagu instrumental antara lain ‘Ananta’ dan ‘Peter Pan’. Seperti lagu Haiti, Passport, Miles dan Pelican di album perdana sebelumnya.

Album perdana, yang rilis 1987, dengan titel nama Krakatau tercatat terjual 800.000 keping kaset. Album kedua, rilis 1988 dengan title Second Album, terjual 600.000 kaset. Dengan pencapaian angka penjualan demikian, tak heran mereka melejit, dan kian menjulang namanya. Mereka mendapat julukan superfusionband. Mereka menjadi salah satu “tokoh” utama di balik lebih nyaringnya musik jazz/fusion di Tanah Air, di era 1980-an itu.

Pada sekitar tahun itu, Krakatau menjadi salah satu.pelopor grup.musik (jazz/fusion) yang melakukan konser tunggal. Mereka memulainya di 1986, waktu itu dengan Pra, Dwiki, Donny,’ Gilang. Saat itu mereka mendapat bantuan dari vokalis tamu, Ruth Sahanaya.

Di Indonesia muncul pula nama fusion band lain, Karimata dan Bhaskara Band, selain ada Funk Section.

Karimata dan Bhaskara, terkenal saat itu karena dapat kesempatan tampil di ajang North Sea Jazz Festival, di Den Haag, Belanda. Pada kesempatan berikutnya, juga berangkat, Wongemas. Dan selanjutnya, setiap tahun pasti ada grup jazz Indonesia di North Sea Jazz Festival tersebut. Mereka menjadi seperti “wakil” Indonesia di salah satu festival jazz terbesar di dunia tersebut.

Tahun 90an hingga sekarang, banyak sekali musisi dan kelompok jazz yang terbentuk. Musik jazz tidak lagi mainstream, namun hasil distilasi berbagai musik seperti fusion, acid, pop, rock dan lainnya. Sebut saja SimakDialog, Dewa Budjana, Balawan dan Batuan Ethnic Fusion, Bali Lounge, Andien, Syaharani, Tompi, Bertha, Maliq & D’essentials dan masih banyak lagi lainnya.

Musisi jazz biasanya banyak bermunculan di Jakarta, Bandung, Surabaya dan Bali. Hal ini karena arus musik jazz lebih banyak mengalir di sana lewat pertunjukan jazz (JakJazz, Java Jazz Festival, Bali Jazz Festival), sekolah musik jazz, studio rekaman dan kafe yang menampilkan jazz. Seorang yang juga berjasa “mengalirkan” arus jazz ke Indonesia adalah Peter F. Gontha, seorang pemilik JAMZ dan pendiri pemrakarsa Java Jazz Festival.

Fusion Jazz sampai saat ini masih bertahan dan masih ada penggemarnya. Bahkan di Indonesia memiliki wadah bagi para penggemar jazz fusion yang bernama Himpunan Penggemar Jazz Fusion Indonesia atau HPJFI. Hadirnya HPJFI ini memudahkan penggemar jazz fusion untuk berbagi informasi mengenai musik jazz fusion di Indonesia maupun luar negeri.

Reporter: Fachmi Juniyanto

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Survei Elektabilitas Bakal Calon Walkot Jogja yang Bertarung di Pilkada 2024, Sosok Ini Mendominasi

Mata Indonesia, Yogyakarta - Menjelang Pilkada 2024 di DIY, sejumlah lembaga survei sudah bergeliat menunjukkan elektabilitas para bakal calon Wali Kota dan juga Bupati. Termasuk lembaga riset Muda Bicara ID yang ikut menunjukkan hasil surveinya. Lembaga yang diinisiasi oleh kelompok muda ini mengungkap preferensi masyarakat Kota Jogja dalam pemilihan Wali Kota Jogja 2024.
- Advertisement -

Baca berita yang ini