MATA INDONESIA, JAKARTA – Masyarakat, khususnya anak muda, saat ini mudah teracuni dengan style fashion yang sedang populer atau kekinian. Untuk mendapatkan pakaian yang dinilai bagus, banyak orang yang rela merogoh kantongnya lebih dalam.
Biasanya, mereka membeli jenis fashion keluaran terbaru dari merek ternama. Ini dilakukan karena fashion dianggap dapat mencerminkan identitas seseorang.
Karena tuntutan ekonomi, banyak orang yang mulai melakukan thrifting. Trifting sendiri mengarah pada kegiatan membeli barang-barang bekas layak pakai. Semua barang bisa dijual dalam kegiatan ini, tetapi pakaian menjadi komoditi utamanya.
Kepopuleran pakaian bekas semakin meroket karena dianggap memiliki model yang unik dan langka, sehingga jarang orang memakai baju yang sama satu dengan yang lainnya. Kepuasan juga didapatkan ketika pembeli menemukan harta karun tersembunyi, yakni barang branded.
Walaupun fashion bersifat dinamis atau berubah-ubah, kecenderungan fashion saat ini mengarah pada gaya vintage atau retro. Gaya ini memiliki style tahun 70-an hingga 90-an. Karena barang thrifting merupakan produksi lama, tidak sulit untuk mencari pakaian bergaya vintage.
Banyaknya peminat thrifting menyebabkan sejumlah orang tertarik terjun menjadi pelaku usaha di bidang ini. Tidak hanya dijual secara langsung saja, penjualan barang thrifting sudah merambah ke dunia online. Para penjual menjajakan dagangannya lewat media sosial atau pun e-commerce, seperti Instagram, Shopee, dan Carousell.
Meskipun sedang marak dilakukan, ternyata thrifting bukan lah kegiatan yang baru muncul. Dilansir dari laman Time.com, kegiatan jual beli barang bekas ini dimulai pada abad ke-19 ketika revolusi industri di Inggris.
Revolusi itu mengenalkan mass production of chloting atau produksi massal pakaian. Ini menyebabkan harga pakaian saat itu menjadi anjlok.
Murahnya harga pakaian, mengubah pandangan masyarakat terhadap pakaian itu tersendiri. Mereka menjadi sangat konsumtif dan menilai bahwa pakaian adalah barang sekali pakai lalu dibuang.
Alhasil, banyak pakaian yang menjadi sampah di masa itu. Pakaian tersebut biasanya diambil dan dipakai kembali oleh para imigran.
Stigma negatif juga melekat pada pakaian bekas kala itu. Bahkan, majalah Amerika Serikat, Saturday Morning Post, yang terbit pada 3 Mei 1884 memuat kisah tentang seorang gadis terkena cacar air dari gaun yang ia beli di toko barang bekas.
Hingga, pada 1897 sebuah komunitas Gereja Protestan bernama Salvation Army dibentuk. Komunitas ini berfokus pada pakaian-pakaian bekas yang dijadikan donasi kepada orang-orang yang membutuhkan.
Komunitas ini juga membuat penampungan bernama Salvage Brigade. Di penampungan ini, orang-orang yang berkecukupan bisa menaruh barang-barangnya untuk didonasikan.
Komunitas serupa juga terdapat di Boston, Amerika Serikat bernama Goodwill yang dibentuk oleh seorang pendeta metodis pada 1902. Komunitas ini mempekerjakan orang-orang miskin dan cacat. Mereka ditugaskan untuk mengumpulkan barang-barang bekas dan memperbaiki barang rusak.
Goodwill terus berkembang, pada 1920 komunitas ini memiliki sejumlah armada truk yang berfungsi untuk mengumpulkan pakaian dan peralatan rumah tangga. Pandangan masyarakat pun mulai berubah terhadap Goodwill, mereka tidak lagi dianggap sampah. Hingga, pada 1935 Goodwill telah memiliki 100 toko yang tersebar diseluruh Amerika Serikat.
Berlanjut ke tahun 1970-an. Di masa itu terdapat toko barang bekas bernama Buffalo Exchange. Toko ini sangat besar dan memiliki 49 gerai yang tersebar di beberapa wilayah Amerika Serikat.
Di Buffalo Exchange, pembeli dapat melakukan berbagai macam transaksi, seperti membeli, menjual atau pun menukar barangnya.
Di tahun 1990-an, Kurt Cobain mendulang masa kejayaannya sebagai musisi. Ia menjadi panutan setiap remaja kala itu, termasuk gaya berpakainnya.
Hampir di semua penampilannya, Cobain mengenakan pakaian grunge style. Ia biasa tampil menggunakan celana jeans bolong, kemeja flannel, dan pakaian dengan layer berlapis. Sehingga, secara tidak langsung ia turut mempromosikan thrifting style lewat gaya uniknya tersebut.
Nah, diatas sudah dijabarkan mengenai sejarah thrifting. Apa kalian berminat untuk melakukan kegiatan yang yang satu ini?
Reporter: Diani Ratna Utami